BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam
membimbing sesuatu kelompok sedemikian rupa, sehingga tercapailah tujuan dari
kelompok itu.[1] Sudarwan Danim sendiri mendefinisikan kepemimpinan adalah setiap tindakan
yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi
arah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu
untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya[2].
Islam memandang bahwa kepemimpinan harus
dipegang oleh sosok yang mampu dan dapat menempatkan diri sebagai pembawa obor
kebenaran dengan memberi contoh teladan yang baik, karena dia uswatun
hasanah.[3] Dalam asas dan prinsip ajaran Islam;
pemimpin adalah hamba Allah, membebaskan manusia dari ketergantungan kepada
siapa pun, melahirkan konsep kebersamaan antar manusia, menyentuh aspek
hubungan manusia dengan manusia dengan manusia dan alam sekitar, membenarkan
seseorang taat kepada pemimpin selama tidak bermaksiat dan melanggar aturan Allah,
mengajarkan bahwa kehidupan dunia adalah bagian dari perjalanan akhirat,
memandang kekuasaan dan kepemimpinan adalah
bagian integral ibadah. Kepemimpinan merupakan tanggung beban dan
tanggung jawab, bukan kemuliaan. Kepemimpinan membutuhkan keteladanan dan
wujud, bukan kata dan retorika, serta senantiasa bertutur santun, sekalipun itu
perkataan Nabi Musa kepada Fir’aun yang jahat.[4] Dari situ, maka dapat dikatakan bahwa
seorang pemimpin itu dilihat dari perilakunya sehari-hari. Bagaimana cara
seorang pemimpin itu memimpin bawahannya dan bagaimana seorang pemimpin
memerintah dan menjalankan perannya.
Maka dari itu, untuk menjelaskan lebih
lanjut mengenai perilaku seorang
pemimpin, penulis akan
menyusun sebuah makalah yang berjudul " Nilai dasar analisis Kepemimpinan Berdasarkan Perilaku" yang penulis kumpulkan dari
berbagai referensi yang ada dan penulis padukan dengan wahyu juga perkataan
cendekiawan muslim juga pengamatan terhadap kultur lembaga pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas, maka
rumusan masalah yang penulis kemukakan adalah:
1.
Bagaiaman
nilai dasar perilaku kepemimpinan?
2.
Bagaimana konsep
perilaku kepemimpinan?
3.
Bagaimana teori
kepemimpinan berdasarkan analisis pendekatan perilaku?
4.
Bagaimana
perilaku kepemimpinan kepala madrasah menuju kepemimpinan efektif?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka
tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui nilai dasar perilaku dalam kepemimpinan.
2.
Untuk
mengetahui konsep perilaku
kepemimpinan.
3.
Untuk
mengetahui teori kepemimpinan
berdasarkan analisis pendekatan perilaku.
4.
Untuk
mengetahui perilaku kepemimpinan
kepala madrasah menuju kepemimpinan efektif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Nilai Dasar perilaku pemimpin.
Islam
sebagai agama universal sebagai agama universal sangat kaya akan pesan menjadi
umat yang terbaik, untuk menjadi kholifah, yang mengatur dengan baik bumi dan
isinya. Pesan pesan itu sangat mendorong kepada sitiap orang muslim untuk
berbuat dan bekerja secara profisional. Nabi Muhamad SAW telah mengajarkan
akhlak islam kepada semua umatnya untuk dijadikan landasan bagi pengembangan
profisionalisme seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya. Dan hal
ini dapat dilihat pada pengertian sifat sifat akhklah nabi:
a.
Sifat kejujuran
Kejujuran ini menjadi
salah satu dasar yang paling penting untuk membangun seorang pemimpin yang
baik. Hampir semua usaha yang dikerjakan bersama menjadi lancar, karena adanya
kejujuran. Oleh karena itu kejujuran menjadi sifat wajib bagi Rasulullah SAW. Dan sifat ini pula yang
selalu diajarkan oleh islam melalui Al-quran dan sunnah Nabi. Kegiatan yang
dikembangkan didunia organisasi , perusahaan dan lembaga moderen saat ini
sangat ditentukan oleh kejujuran. Begitu juga tegaknya negara sangat ditentukan
oleh sifat jujur para pemimpinnya.
Ketika para pemimpinnya tidak jujur dan korup maka negara itu menghadapi problem nasional yang berat, dan
sangat sulit untuk membangkitkannya kembali.
b.
Sifat tangung jawab
Sikap tanggung jawab juga
merupakan sifat ahklaq yang sangat diperlukan untuk membangun profesionalisme.
Suatu perusahaan /organisasi/lembaga apapun pasti akan hancur bila orang orang
yang terlibat didalamnya tidak amanah.
c.
Sifat komunikatif
Salah satu ciri
komunikatif dan transparan. Dengan sikap komunikatif, seorang penaggung jawab
suatu pekerjaan akan dapat terjalin kerjasama dengan orang lain akan lebih
lancar. Ia dapat juga meyakinkan rekanannya untuk melakukan kerjasama atau
melakukan visi dan misi yang dasampaikan. Sementara dengan sikap transparan.
Kepemimpinan diakses semua pihak tidak ada kecurigaan, sehingga semua
masyarakat anggotanya dan rekan kerjasamanya akan memberikan apresiasi yang
tinggi kepada kepemimpinannya. Dengan begitu, perjalanan sebuah organisasi akan
berjalan lebih lancar, serta mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak.
d.
Sikap cerdas
Dengan kecerdasan seorang
professional akan dapat melihat dan menangkap peluang dengan tepat dan cepat.
Dalam sebuah organisasi, kepemimpinan yang cerdas akan cepat dan tepat dalam
memahami problematika yang ada di lembaganya. Ia akan cepat memahami aspirasi
anggotanya, sehingga setip peluang dapat segera dimanfaatkan secara optimal dan
problem dapat dipecahkan dengan cepat dan tepat sasaran.
e.
Berfikir positif dan bersikap
positip
Berfikir positif akan
mendorong setiap orang melaksanakan tugas tugasnya lebih baik. Hal ini
disebabkan dengan bersikap dan berfikir positif mendorong seseorang untuk
berfikir jernih dalam menghadapi setiap masalah. Khusnudzon tersebut, tidak
saja ditujukan kepada sesama kawan dalam bekerja, tetapi yang paling utama
adalah bersikap dan bersikap positif
kepada Allah SWT. Dengan pemikiran tersebut,seseorang akan lebih
bersikap objektif dan optimistic. Apabila ia berhasil dalam usahanya tidak
menjadi sombong dan lupa diri, dan apabila gagal tidak mudah putus asa, dan
menyalahkan orang lain. Sukses dan gagal merupakan pelajaran yang harus diambil
untuk menghadapi masa depan yang lebih baik, dengan selalu bertawakal kepada
Allah SWT.
f.
Memperbanyak silaturahmi
Dalam islam kebiasaan
silaturrahim merupakan bagian dari tanda tanda keimanan. Namun dalam dunia
profesi, silaturahim sering dijupai dalam bentuk tradisi lobi. Dalam tradisi
ini akan terjadi saling belajar.
g.
Disiplin waktu dan menepati
janji
Begitu pentingnya
disiplin waktu, al-quran menegaskan
makna waktu bagi kehidupan manusia yang telah menjadi seorang pemimpin
wajib menghargai dan menggunakan waktunya dengan sebaik mungkin.
h.
Bertindak efektif dan efisien
Bertindak efektif artinya
merencanakan, mengerjakan dan mengevaluasi sebuah kegiatan dengan tepat
sasaran. Sedangkan efisien adalah penggunaan fasilitas kerja dengan cukup,
tidak boros dan memenuhi sasaran, juga melakukan sesuatu yang memang diperlukan
dan berguna. Islam sangat menganjurkan sikap efektif dan efisien.
i.
Memeberikan upah secara cepat
dan tepat
Ini sesuai dengan hadits
nabi, yang mengatakan berikan upah kadarnya, akan mendorong seseorang pekerja
atau pegawai dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya secara tepat pula.
Sementara apabila upah ditunda, seorang pegawai akan bermalas malas karena ia
harus memikirkan beban kebutuhannya dan merasa karya karyanya tidak dihargai
secara memadai.
B.
Konsep Perilaku Kepemimpinan
Dalam penelitian mengenai
perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek
dari perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode
tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi
pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana perilaku
tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti
kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti lainnya menggunakan eksperimen
laboratorium atau lapangan untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin
mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan.
Teori perilaku kepemimpinan (behavioral theory
of leadership) ini didasari
pada keyakinan bahwa pemimpin yang hebat merupakan hasil bentukan atau dapat
dibentuk, bukan dilahirkan (leader aremade, nor born). Berakar pada
teori behaviorisme, teori kepemimpinan ini berfokus pada tindakan
pemimpin, bukan pada kualitas mental atau internal. Menurut teori ini, orang
bisa belajar untuk menjadi pemimpin, misalnya, melalui pelatihan atau
observasi.[5]
Dalam pendekatan perilaku ini memandang bahwa kepemimpinan
dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits)
pemimpin. Alasannya sifat seseorang sukar untuk diidentifikasi. Beberapa ahli
berkeyakinan bahwa perilaku dapat dipelajari, hal ini berarti orang yang
dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara
efektif. [6]
Namun demikian, keefektifan perilaku kepemimpinan ini dipengaruhi oleh beberapa
variabel. Jadi perilaku tidak mutlak menentukan keberhasilan suatu
kepemimpinan.
Konsep perilaku kepemimpinan ini muncul karena menganggap
bahwa konsep sifat kepemimpinan tidak mampu menghasilkan kepemimpinan yang
efektif, karena sifat sulit untuk diidentifikasi. Yulk sebagaimana yang dikutip
Marno dkk, menjelaskan bahwa perilaku pemimpin terhadap bawahan ada 4 bentuk
perilaku, yakni 1) ada yang lebih menekankan pada tugas; 2) ada yang lebih
mementingkan pada hubungan; 3) ada yang mementingkan kedua-duanya; dan 4) ada
yang mengabaikan kedua-duanya.[7]
Ada juga peneliti yang mengatakan bahwa perwujudan perilaku
pemimpin dengan orientasi bawahan ialah 1) penekanan pada hubungan
atasan-bawahan, 2) perhatian pribadi pimpinan pada pemuasan kebutuhan para
bawahannya, dan 3) menerima perbedaan-perbedaan kepribadian, kemampuan dan
perilaku yang terdapat dalam diri dari para bawahan.[8]Dalam
penjabaran lebih lanjut, analisis perilaku kepemimpinan ini menghasilkan
beberapa teori kepemimpinan sebagaimana yang akan dijelaskan di bawah ini
secara lebih detail.
B. Teori Kepemimpinan Berdasarkan Analisis Pendekatan
Perilaku
Dalam
menggerakkan orang lain guna mencapai tujuan, pemimpin biasanya menampakkan
perilaku kepemimpinannya dengan bermacam-macam. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Usman, para peneliti telah mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yang
berpijak dari perilaku kepemimpinan ini, yaitu 1) yang berorientasi pada tugas
(task oriented) dan 2) yang berorientasi pada bawahan atau karyawan (employee
oriented)[9]
Gaya yang
berorientasi pada tugas lebih memperhatikan pada penyelesaian tugas dengan
pengawasan yang sangat ketat agar tugas selesai sesuai dengan keinginannya.
Hubungan baik dengan bawahannya diabaikan yang penting bawahan harus bekerja keras,
produktif dan tepat waktu. Sebaliknya gaya kepemimpinan yang berorientasi pada
bawahan cenderung lebih mementingkan hubungan baik dengan bawahannya dan lebih
memotivasi karyawannya daripada mengawasi dengan ketat. Gaya ini sangat
sensitif dengan perasaan bawahannya. Jadi pada prinsipnya yang dipakai pada
gaya kepemimpinan yang ini bukan otak tapi rasa yang ada dalam hati. Pemimpin
berusaha keras tidak menyakiti bawahannya. Penjabaran perilaku pemimpin
terhadap bawahan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1.
High-high berarti pemimpin tersebut memiliki hubungan tinggi dan orientasi
tugas yang tinggi juga.
2.
High task-low relation, pemimpin tersebut memiliki orientasi tugas yang tinggi, tetapi
rendah hubungan terhadap bawahan.
3.
Low task-high relation, pemimpin tersebut lebih mementingkan hubungan dengan bawahan, dengan
sedikit mengabaikan tugas. Teori ini disebut dengan Konsiderasi yaitu kecenderungan seorang pemimpin yang
menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal
ini seperti: membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia
berkonsultasi dengan bawahan
Dari
keempat macam gaya kepemimpinan, kepemimpinan yang paling fatal akibatnya
adalah yang keempat. Seorang pemimpin apabila memimpin dengan gaya yang keempat
ini, lebih baik turun saja dari kepemimpinannya sebelum hancur organisasi yang
dipimpinnya tersebut.
Dari
hasil penelitian terdapat beberapa teori kepemimpinan berdasarkan perilaku yang
terkenal di kalangan para peneliti. Teori tersebut antara lain studi lowa,
studi ohio, studi Michigan, Rensis Likert, dan Reddin.
1.
Studi Lowa. Studi ini meneliti
kesukaan terhadap 3 macam gaya kepemimpinan, yaitu gaya otoriter, gaya
demokratis dan gaya laizes faire. Hasil penelitian mengatakan bahwa
kebanyakan suka gaya kepemimpinan demokratis.[11]
2.
Studi Ohio. Studi ini berusaha
mengembangkan angket deskripsi perilaku kepemimpinan. Peneliti merumuskan bahwa
kepemimpinan itu sebagai suatu perilaku seseorang yang mengarah pada pencapaian
tujuan tertentu, yang terdiri dari dua dimensi, yaitu struktur pembuatan
inisiatif dan perhatian. Struktur pembuatan inisiatif menunjukkan pada pencapaian
tugas.[12]
Perhatian menunjukkan perilaku pemimpin pada hubungan dengan bawahannya.
Penelitian ini menemukan empat gaya kepemimpinan sebagai berikut:
a.
Perhatian rendah pembuatan inisiatif
rendah.
b.
Perhatian tinggi pembuatan
inisiatif rendah
c.
Perhatian tinggi pembuatan
inisiatif tinggi
d.
Perhatian rendah pembuatan
inisiatif tinggi
3.
Studi Michigan. Penelitian ini
mengidentifikasi dua konsep gaya kepemimpinan, yaitu berorientasi pada bawahan
dan berorientasi pada produksi. Pemimpin yang berorientasi pada bawahan
menekankan pentingnya hubungan dengan pekerja dan menganggap setiap pekerja
penting. Pemimpin yang berorientasi pada produksi menekankan pentingnya
produksi dan aspek teknik-teknik kerja.[13]
4.
Empat sistem kepemimpinan dalam
manajemen Likert. Menurut Likert, pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participatif
management. Gaya ini menekankan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika
berorientasi pada bawahan dan komunikasi. Likert merancang empat sistem
kepemimpinan dalam manajemen sebagai berikut:
a.
Exploitative Authoritative (Otoriter yang Memeras)
Pemimpin menentukan semua keputusan
tentang seluruh kegiatan, memerintahkan agar semua bawahan melaksanakan tugas
kegiatan, menentujan standar pelaksanaan tugas kegiatan, menentukan standar
pelaksanaan tugas yang harus dipenuhi bawahan, memberikan ancaman dan hukuman
kepada bawahan yang tidak berhasil melakukan tugas sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Kurang mempercayai bawahan dan tidak melibatkan bawahan dalam
proses pengambilan keputusan.
b.
Benevolent Authoritative (Otoriter yang baik)
Pemimpin menyampaikan berbagai peratuaran, tugas tugas
atau perintah kepada bawahan dan pada giliranya, bawahan diberi kebebasan untuk
mengemukakan pendapatnya.Diman bawahan diberi kelongaran dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan batasan yang telah disepakati
c.
Cosultative (Konsultatif)
Pemimpin
menetapkan dan mengemukakan tujuan yang harus dcapai dan ketentuan ketentuan
yang bersifat umum setelah berdiskusi dengan bawahan.
Penentuan
tujuan dan pengambilan keputusan ditentukan oleh kelompok. Apabila diperlukan,
pemimpin dapat mengambil keputusan setelah memperoleh saran dan pendapat
bersama bawahan.
Likert menyimpulkan bahwa penerapan sistem
1 dan 2 akan menghasilkan produktivitas kerja yang rendah, sedangkan penerapan
sistem 3 dan 4 akan menghasilkan produktivitas kerja yang tinggi.
5.
Tiga gaya kepemimpinan menurut
Reddin
Didalam tulisannya yang berjudul “What Kind
Manajer”. Reddin mengemukakan tiga pola dasar kepemimpinan yaitu:
berorientasi pada tugas (taks oriented), berorientasi pada hubungan kerjasama
(relationship oriented), dan berorientasi pada pada hasil (effectiveness
oriented). Berdasarkan tiga pola dasar tersebut, Reddin mengembangkan
delapan gaya kepemimpinan yaitu: deserter, bureacrat, compromisser
missionary, developer, outcart, benevolent, autocrat, compromisser, dan
executive.
Dilihat dari segi efektifitasnya, tiap- tiap gaya
kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu kepemimpinan yang
kurang efektif dan kepemimpinan yang efektif. Kelompok yang kurang efektif
terdiri atas gaya kepemimpinan deserter, missionary, autocrat,dan
compromisser. Sedangkan kelompok yang efektif mencakup gaya kepemimpinan compromisser,
developer, benevolent, dan executive.
Dari kedelapan gaya kepemimpinan sebagaiamana yang
diuraikan diatas menunjukkan hasil dari kedelapan kemungkinan adanya adanya
gabungan antara orientasi tugas (taks oriented ); orientasi hubungan (relationship
oriented), dan orientasi hasil(effectiveness oriented). Orientasi
tugas terjadi apabila pemempin menggarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan
organisasi melalui perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan. Orientasi
hubungan terjadi apabila pemimpin membina hubungan akrab dan saling mepercayai
bawahan, menghargai ide yang disampaikan bawahan dan tengang rasa yang
disampaikan bawahan. Orientasi hasil
timbul apabila pemimpin berhasil mencapai tujuan organisasinya
sebagaimana telah direnanakan dan sesuai dengan kedudukan sebagai pemimpin..
6.
jaringan manjemen(managerial
grid)
Jaringan
manjamen atau managerial grid ini di kembangkan oleh Blake dan Mouton.
Dalam pendekatan ini, manajer berhubungan dengan dua hal, yakni perhati pada
produksi di satu pihak dan perhatian pada orang dipihak lain. Perhatian pada produksi
atau tugas adalah sikap pemimpin yang menekankan pada mutu keputusan, prosedur,
mutu pelayanan staf, efisiensi kerja dan jumlah pengeluaran. Perhatian pada
orang adalah sikap pemimpin yang memperhatikan keterlibatan anak bbuah dalam
rangka mencapai tujuan.
Menurut
teori ini terdapat lima tipe kepimimpinan tipe pertama disebut impoverished
leadership, middle of road, country club leadership, task leadership.
Kelima tipe diatas dapat diuraiakan sebagai berikut:
a.
Impoverished leadership. Ini ditandai dengan perilaku pemimpin yang menghindari berbagai
macam tanggung jawab, perhatian terhadap hubungan kerja dengan bawahan kurang,
pemimpin tidak mau terlibat baik terhadap hubungan bawahan maupun terhadap hasi
b.
Middle of road leadership. Ini mengambarkan bahwa pemimpin memperhatikan dengan baik moral
kerja bawahan dan mempertahankannya. Tingkat kepuasan bawahan maupun pencapaian
hasil terpelihara dengan baik. Kelemahan tipe kepemimpinan ini adalah tidak
memiliki dasar yang kuat untuk berinovasi dan berkembangnya kreativitas.
c.
Country Club Leadership. Menggambarkan perilaku pemimpin yang lebih mengutamakan hubungan
kerja atau kepentingan bawahan sedangkan hasil kegiatan bawahan kurang
diperhatikan.
d.
Task Leadership. Ditandai
dengan perilaku pemimpin yang sangat mengutamakan tugas dan hasil pekerjaan.
Bawahan dianggap tidak penting sehingga sewaktu waktu dapat diganti.
Peningkatan kemampuan baik pengetahuan maupun ketrampilan , dianggap tidak
perlu.
e.
Team Leadership. Menggambarkan perilaku pemimpin yang sangat menaruh perhatian
terhadap hasil dan hubungan kerja. Perilaku tersebut mendorong timbulnya
keinginan bawahan untuk berfikir dan bertindak produktif. Tipe kepemimpinan ini
memberikan manfaat besar bagi organisasi dalam enam hal yaitu: (a) hasil pekerjan
meningkat, (b) kegiatan hubungan antar angota kelompok makin bertambah baik,
(c) kegitan kelompok makin efektif, (d) pertentangan kepentingan dan persaingan
yang tidak sehat antar anggota kelompok sangat bekurang, (d) saling pengertian
meningkat, dan (e) kreatifitas individu berkembang.
C. Perilaku Kepemimpinan Kepala Madrasah Menuju
Kepemimpinan Efektif
Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang
menggunakan gaya yang dapat mewujudkan sasarannya, misalnya dengan
mendelegasikan tugas, mengadakan komunikasi yang efektif, memotivasi
bawahannya, melaksanakan kontrol dan seterusnya.[15] Kepemimpinan
yang efektif merupakan kepemimpinan yang mampu menggerakkan pengikutnya untuk
mencapai tujuan yang telah dirumuskan bersama. Hasil kajian terhadap beberapa
referensi menemukan 6 karakteristik kepemimpinan yang baik. Keenam karakter
tersebut antara lain:
1. Pemahaman otentitas sejarah keberadaan
organisasi.
2. Memahami otentitas sumber-sumber
organisasi.
3. Memahami otentitas struktur organisasi.
4. Memahami otentitas kekuatan organisasi.
5. Memahami otentitas misi organisasi.
6. Memahami otentitas makna organisasi.[16]
Hodge mengatakan, sebagaimana yang dikutip
Danim, ciri atau karakteristik seorang pemimpin yang efektif dikelompokkan
menjadi dua sifat penting, yaitu mempunyai visi dan bekerja dari sudut efektifitas
mereka.[17] Berikut ini
adalah perincian pendapat Hodge tentang sepuluh karakteristik pemimpin yang
efektif.
1. Memiliki misi.
2. Pemimpin yang efektif memiliki fokus untuk
mencapai tujuan-tujuan yang akan membuat misi menjadi kenyataan.
3. Pemimpin yang efektif memenangi dukungan
untuk visinya dengan memanfaatkan gaya dan aktivitas yang paling cocok untuk
mereka sebagai individu.
4. Pemimpin yang efektif secara alami lebih
terfokus untuk menjadi daripada melakukannya.
5. Pemimpin yang efektif secara alami tahu
bagaimana mereka bekerja paling efisien dan efektif.
6. Pemimpin yang efektif secara alami tahu
bagaimana memanfaatkan kekuatan mereka untuk mencapai tujuan.
7. Pemimpin yang efektif tidak mencoba
menjadi orang lain.
8. Pemimpin yang efektif secara alami mencari
orang-orang dengan berbagai ciri efektifitas alam.
9. Pemimpin yang efektif menarik orang lain.
10.
Pemimpin
yang efektif terus mengembangkan kekuatan dalam rangka memenuhi kebutuhan baru
dan mencapai tujuan yang baru. [18]
Dalam upaya menuju kepemimpinan pendidikan Islam yang efektif,
setidaknya para pemimpin harus dilatih sesuai dengan corak pendekatan perilaku.
Latihan-latihan itu dapat diwujudkan melalui:[19]
1.
Meneladani Seorang Tokoh (Al-Qudwah)
Yaitu
melalui magang dengan seorang pemimpin yang berpengaruh, melihat sikap dan
perilakunya. Tetapi dengan metode seperti itu akan timbul dua catatan, pertama,
bahwa kesalahan dapat berpindah secara terselubung yang kadang dapat membunuh
atau menghancurkan, karena ketidak mampuan sosok yang dilatih ini merupakan
tanggung jawab sang tokoh. Kedua, merealisir apa yang dinamakan personifikasi,
yang merupakan penjelmaan potret pemimpinnya. Oleh karena itu, kita tidak
dikatakan telah mendidik seorang pemimpin baru, tetapi itu seperti seseorang
yang berhenti berjalan untuk beberapa saat dan tidak dapat melangkah walau satu
langkah serta tidak tahu penyebabnya. Karena kita hanya menjiplak seorang
pemimpin teladan secara bulat dengan seluruh aspek positif dan negatifnya.
2.
Latihan Bersikap.
Yaitu
melalui pemberian tanggung jawab pada sesorang yang dilatih untuk memimpin
sebuah diskusi, mengurus kepanitiaan, mengelola pekerjaan atau melaksanakan
sebuah tugas penting. Ia dipantau oleh panitia khusus yang akan mengevaluasi,
memperbaiki atau memepersiapkan kader pemimpin tersebut untuk mengikuti kursus
kepemimpinan.
Sehingga
dari upaya itu setidaknya ia akan dijamin dapat merealisasikan dua hal:
a.
Memiliki kemahiran memimpin.
b.
Mampu mentransfer informasi.
Dari
Ath-Thabrani, seseorang berkata: Rasulullah SAW menugaskan seorang sahabat
untuk memimpin sebuah pasukan kavaleri. Setelah selesai ia kembali dan
Rasulullah SAW bertanya kepadanya: “Bagaimana engkau mendapatkan
kepemimpinan itu? Ia berkata: “Aku seperti bagian kaum. Jika aku menaiki
kendaraanku, mereka ikut naik, dan jika aku turun mereka iktut turun”. Maka
Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya kekuasaan itu berada diambang kesulitan,
kecuali orang yang dipelihara Allah”. Dan lelaki itu berkata: “Demi
Allah, aku tidak akan mau lagi bekerja (sebagai pemimpin) untukmu atau orang
lain”. Lalu tersenyumlah Rasulullah SAW hingga terlihat gerahamnya. Dalam
riwayat lain lelaki itu adalah Miqdad bin Al-Aswad r.a. (Al-Haitsami: 5/201).
Hadits
ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW selalu memotivasi para sahabatnya untuk
memimpin melalui sikap dan beliau terus mengontrol perkembangannya.
Kepemimpinan harus dilakukan dengan penuh kesabaran dan dimulai dari diri
sendiri, mulai dari hal yang terkecil dan mulai saat ini. Pemimpin hendaknya
jangan menunda suatu pekerjaan karena hal itu akan mengakibatkan
terbengkalainya suatu pekerjaan
3.
Latihan Memilih.
Dalam
konsepsi kepemimpinan, seorang pemimpin terpilih melalui beberapa cara:
a.
Pemimpin yang memenangkan
dengan jumlah suara terbanyak.
b.
Pemimpin yang terpilih secara
langsung.
c.
Pemimpin yang diangkat, dan
d.
Pemimpin tanpa menggunakan
cara-cara di atas dikarenakan tidak ada pemimpin yang definitif.
Hasil
studi menyatakan bahwa yang terbik dalam pelaksanaan tugas adalah pemimpin yang
dipilih secara langsung, selanjutnya pemimpin yang memegang suara terbanyak,
lalu selanjutnya pemimpin yang diangkat.Oleh karena itu, pelatihan adalah cara
yang terbaik dalam penggemblengan sosok pemimpin. Sosok yang terbaik adalah
sosok yang dipilih, karena bawahan akan menerima sang pemimpin jika mereka
memilihnya sebagai orang yang layak di posisi tersebut karena kemampuannya. Ia
terpilih secara spontanitas tanpa harus berambisi besar dan berkopetensi dengan
yang lain untuk meraih tampuk kepemimpinan. Karenanya seluruh sarana pengaruh
efektif lebih bermanfaat baginya. Atas dasar itulah ia sangat peduli dengan
watak dan perilakunya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut, maka penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Teori perilaku kepemimpinan (behavioral
theory of leadership) didasari
pada keyakinan bahwa pemimpin yang hebat merupakan hasil bentukan atau dapat
dibentuk, bukan dilahirkan (leader aremade, nor born). Berakar pada
teori behaviorisme, teori kepemimpinan ini berfokus pada tindakan pemimpin,
bukan pada kualitas mental atau internal. Menurut teori ini, orang bisa belajar
untuk menjadi pemimpin, misalnya, melalui pelatihan atau observasi.
2. Terdapat beberapa teori kepemimpinan yang muncul dengan analisis
pendekatan perilaku.
3. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang
menggunakan gaya yang dapat mewujudkan sasarannya, misalnya dengan
mendelegasikan tugas, mengadakan komunikasi yang efektif, memotivasi
bawahannya, melaksanakan kontrol dan seterusnya
DAFTAR RUJUKAN
Ametembun, N.A., Kepemimpinan Pendidikan, Malang: IKIP
Malang, 1975.
Danim, Sudarwan, Kepemimpinan
Pendidikan: Kepemimpinan Jenius (IQ+EQ), Etika, Perilaku Motivasional, dan
Mitos, Bandung: Alfabeta, 2010.
Kayo, Khatib Pahlawan, Kepemimpinan
Islam dan Da'wah, Jakarta: Amzah, 2005.
Multitama Comunication, The Power of Leader: Potret Kepemimpinan Islam
yang Diteladani dan Dinantikan, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, Mei 2007.
Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2004.
Marno, Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan
Islam, Bandung: Refika Abditama, 2008.
Usman, Husaini, Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, Jakarta:
Bumi Aksara, 2009.
Madhi, Jamal, Menjadi
Pemimpin yang Efektif dan Berpengaruh Tinjauan Manajemen Kepemimpinan Islam,
terj. Anang Syafruddin dan Ahmad Fauzan, Bandung : PT. Syaamil Cipta Media,
2004.
[2] Sudarwan Danim, Kepemimpinan Pendidikan: Kepemimpinan Jenius
(IQ+EQ), Etika, Perilaku Motivasional, dan Mitos,(Bandung: Alfabeta, 2010),
h. 6
[4] Multitama Comunication, The Power of
Leader: Potret Kepemimpinan Islam yang Diteladani dan Dinantikan, (Akbar
Media Eka Sarana, Mei 2007), h. 100
[5] Danim, Kepemimpinan Pendidikan…, h. 8.
[6] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2004), h. 91
[7] Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan
Pendidikan Islam, (Bandung: Refika Abditama, 2008), h. 39
[8] Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009), h. 293
[9] Ibid., h. 293-294
[10] Marno dan Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan…, h. 39-40
[11] Usman, Manajemen Teori…, h. 279.
[13] Usman, Manajemen Teori…, h. 280.
[14] Ibid., h. 295-296
[15] Usman, Manajemen Teori…, h. 293
[16] Danim, Kepemimpinan Pendidikan…, h. 19-20.
[17] Ibid., h. 21.
[18] Ibid., h. 21-23.
[19] Jamal Madhi, Menjadi Pemimpin yang Efektif dan Berpengaruh
Tinjauan Manajemen Kepemimpinan Islam, terj. Anang Syafruddin dan Ahmad
Fauzan, (Bandung : PT. Syaamil Cipta Media, 2004), h. 12