Selasa, 29 Mei 2012

I’jaz Al Qura’an.


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar balakang
Salah satu objek penting lainnya dalam kajian ulumul Al Qura’an adalah perbincangan mengen ai mukjizat, terutama mukjizat Al Qura’an. Karena dengan perantara mukjizat Allah mengingatkan manusia, bahwa para sasul itu merupakan utusan yang mendapat dukungan dan bantuan dari langit. Mukjizat yang telah di berikan kepada para Nabi mempunyai fungsi sama yaitu untuk memainkan peranannya dan mengatasi kepandaian kaum disamping membuktikan bahwa kekuasaan Allah itu berada di atas segala-galanya.
Adapun jutuan mukjizat itu, untuk pengarahan yang di tujukan pada suatu umat yang berkaitan dengan pengetahuan mereka, karena Allah tidak mengarahkan suatu umat pada hal-hal yang mereka tidak ketahui, dan di situlah letak nilai mukjizat yang telah di berikan kepada Nabi.

B.     Rumusan masalah
Untuk lebih memudahkan dalam memahami makalah ini maka penulis membuat rumusan sebagai berikut :
  1. Apa pengertian tentang I’jaz
  2. Apa saja macam-macam mukjizat.
  3. Apa saja segi-segi kemukjizatan Al Qura’an.

C.    Tujuan masalah
1.      Untuk mengetahui pangertian tentang I’jaz.
2.      Untuk mengetahui macam-macam mukjizat.
3.      Untuk mengetahui segi-segi kemujizatan Al Qura’an.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian I jaz Al-Qur’an
Dari segi bahasa kata I jaz berasal dari kata a’jaz, yujizu I jaz yang berarti melemahkan atau memperlemah, juga dapat berarti menetapkan kelemahan atau memperlemah.[1] Secara normative I’jaz adalah ketidakmampuan seseorang melakukan sesuatu yang merupakan lawan dari ketidak berdayaan.[2] Oleh karena itu apabila kemukjizatan itu telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mukjizat. Sedang yang di maksud dengan Ijaz secara terminology ilmu Al-Qur’an adalah sebagaimana yang di kemukakan oleh beberpa ahli sebagai berikut. Menurut Manna Khalil Al Qaththan:
Ijaz adalah menempakkan kebenaran Nabi saw dalam pengakuaan orang lain sebagai rosul utusan Allah SWT dang an menampak kelemahan orang-orang arab untuk menandinginya atau menghadapi makjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan kelemahan-kelemahan generasi sesudah mereka.[3]
Sedangkan menutur Ali al shabuniy mengemukakan:
I’jaz ialah menetapkan kelemahan manusia baik secara kelompok maupun bersama-sama untuk menandingi hal yang serupa dengannya, maka mukjizat merupakan bukti yang datangnya dari Allah swt yang diberikan kepada hamba-Nya untuk memperkuat kebenaran misi kerasullan dan kenabiaanya.
Sedangkan mukjizat adalah perkara yang luar biasa yang disertai dengan tantangan yang tidak mungkin dapat tandingi oleh siapapun dan kapanpun. Muhamad bakar ismail menegaskan:
Mukjizat adalah perkara luar biasa yang di sertai dan di ikuti tantangan yang diberikan oleh Allah swt kepada Nabi-nabinya sebagai hujjah dan bukti yang kuat atas misi dan kenbenaran terhadap apa yang di embannya yang bersumber dari Allah swt.
Dari ketiga definisi di atas dapat di fahami antara I’jaz dan mukjizat itu adalah dapat dikatakan searti yakni melemahkan. Hanya saja pengertian I’jaz di atas mengesankan batasan yang lebih sepesifih, yang hanya Al-Qur’an. Sedangkan pengertian mukjizat, menegaskan batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya berupa Al-Qur’an, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak mampu di jangkau manusia secara keseluruhan. Dengan demikian dalam konteks ini antara pengertian I’jaz dan mukjizat itu saling melengkapi, sehingga nampak jelas keistimewaan dari ketetapan-ketetapan Allah yang khusus diberikan kepada Rasul-rasul pilihan-Nya sebagai salah satu bukti. Kebenaran misi kerasulan yang dibawahnya.[4]
Di tampilkan I’jaz atau mukjizat itu bukanlah semata-mata bertujuan untuk menampakkan kelemahan manusia untuk menandinginya tetapi untuk menyakinkan mereka bahwa Muhammad swt adalah benar-benar utusan Allah Al-Qur’an itu benar-benar diturunkan disisi Allah swt. Kapada Muhammad yang mana Al-Qur’an itu sama sekali bukanlah perkataan manusia atau perkataan lainnya.
Al-Quran digunakan oleh Nabi Muhammad saw untuk menantang orang-orang pada masa beliau dan generasi sesudahnya yang tidak percaya akan kebenaran Al-Qur’an sebagai firman Allah (bukan ciptaan Muhammad) dan tidak percaya akan risalah Nabi saw dan ajaran yang di bawanya. Terhadap mereka sungguhpun  mereka memiliki tingkat fashahah dan balaghah sedemikian tinggi di bidang bahasa arab, Nabi meminta mereka untuk menandingi Al-Qur’an dalam tiga tahapan.[5]
1.      Menantang mereka dengan seluruh Qur’an dalam Usluh Uman yang meliputi orang arab sendiri dan orang lain, manusia dan jin, dengan tantangan mengalahkan
@è% ÈûÈõ©9 ÏMyèyJtGô_$# ߧRM}$# `Éfø9$#ur #n?tã br& (#qè?ù'tƒ È@÷VÏJÎ/ #x»yd Èb#uäöà)ø9$# Ÿw tbqè?ù'tƒ ¾Ï&Î#÷WÏJÎ/ öqs9ur šc%x. öNåkÝÕ÷èt/ <Ù÷èt7Ï9 #ZŽÎgsß (الإسرأ: 88)
Artinya :
“Katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Quran ini niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia sekapilun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.”
2.      Menantang mereka dengan satu surah saja dari Al-Qur’an dalam firman-Nya.
÷Pr& šcqä9qà)tƒ çm1uŽtIøù$# ( ö@è% (#qè?ù'sù ÎŽô³yèÎ/ 9uqß ¾Ï&Î#÷VÏiB ;M»tƒuŽtIøÿãB (#qãã÷Š$#ur Ç`tB OçF÷èsÜtGó$# `ÏiB Èbrߊ «!$# bÎ) óOçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ (هود: 13)
Artinya :
“Bahkan mereka mengatakan,” Muhammad telah membuat-buat Al-Qur’an itu” katakanlah, kalau demikian, maka datangkanlah sepuluh surat-surat menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup memanggilnya selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”.
3.      Menantang mereka dengan satu surah saja dari Al-Qur’an, dalam firman-Nya:
وَإِنْ كُنْتُمْ فِى رَيْبِ مِمَّانَزَّلْنَاعَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوْبِسُوْرةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوْا شُهَدَآءَ كُمْ مِنْ دُونِ اللهِ إنْ كُنْتُمْ صَدِقِيْنَ
Artinya :
“Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang kamai wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat saja yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang benar”
Kelahiran ilmu kalam di dalam islam mempunyai implikasi lebih tepat untuk di katakansebagai kalam. Di dalam kalam, dimana tokoh-tokoh imlu kalam ini mulai tampak ketika membicarakan kemakhlukan Qur’an maka pendapat dan pandangan mereka berbeda-beda dan beraneka ragam.[6]
  1. Abu ishaq ibrahim an Nizam dan pengikutnya dari kaum syi’ah berpendapat, kemukjizatan Qur’an adalah dengan cara sirfah (pemalingan). Arti sirfah dalam pandangan an-Nizam ialah bahwa Allah memalingkan orang-orang arab untuk menentang Qur’an, padahal sebenarnya mereka mampu menghadapinya. Pendapat tentang sirfah ini batil dan di tolak oleh Qur’an sendiri. Dalam fimannya :
“ Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bai sebagian yang lain”. (al-Isra’ (17):88)
  1. Satu golongan ulama berpendapat Qur’an itu mukjizat dengan halagah-Nya yang mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingannya dan ini adalah pendapat ahli bahasa.
  2. Sebagian yang lain berpendapat segi kemukjizatan Al Qur’an itu ialah karena mengandung badi yang sangat unik dan berbeda dengan apa yang dikenal dalam perkataan orang Arab, seperti fasidah dan maqta.
  3. Golongan yang lain berpendapat bahwa Al Qur’an itu terletak pada pemberitaannya tentang hal-hal gaib yang akan datang yang tidak dapat diketahui kecuali dengan wahyu
  4. Satu golongan berpendapat Al Qur’an itu mukjizat karena ia mengandung bermacam-macam ilmu hikmah yang sangat dalam.



B.     Macam-macam Mukjizat
Secara garis besar mukjizat dapat di bagi dalam dua bagian pokok yaitu mukjizat yang bersifat hiisi dan mukjizat maknawi yang dapat di buktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu merupakan jenis pertama mukjizat mereka bersifat hiisi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat di jangkau lewat indra oleh masyarakat tempat mereka menyampaikan risalahnya.[7] Contoh seperti tidak terbakarnya Nabi Ibrahim a.s dalam kobaran api yang sangat besar, berubah wujudnya tongkat Nabi Musa menjadi ular dan lain-lain. “ini berbeda dengan mukjizat Nabi Muhammad saw yang sifatnya maknawi tetapi dapat di fahami akal. Karena sifatnya yang demikian, ia tidak di batasi oleh suatu tempat atau masa tertentu. Mukjizat Al-Qur’an dapat di jangkau oleh setiap orang yang menggunakan akalnya dimana dan kapanpun.
Perbedaan ini di sebabkan oleh dua hal pokok.
1.      Manusia mengalami perkembangan dalam pemikiran umatnya. Umat para Nabi khususnya sebelum Nabi Muhammad membutuhkan kebenaran yang sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Akan tetapi setelah manusia menanjak kedewasaan berfikir bukti indrawi tidak di butuhkan lagi. Itulah Para Nabi sebelum Nabi Muhammad saw di tugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Karena itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut. Ini berbeda dengan Nabi Muhammad yang di utus untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman sengingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu ada dan kapanpun berada.
2.      Sebabnya Nabi Muhammad saw, ketika di minta bukti yang sifatnya demikian oleh mereka yang tidak percaya, beliau di perintahkan untuk menjawab :
قُلْ سُبْحَان رَبِّن هل كُنْتُ إِلاَّ بَشَرًا رسُوْلاً (الإسرإ: 62)


Artinya :
Katakan, Maha Cusi Tuhanku bukankah aku ini hanya seseorang manusia yang menjadi rasul. “

C.    Segi-segi Kemukjizatan Al-Qur’an
1.      Susunan kalimat
Kendatipun Al Qura’an, hadis qudsi dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut Nabi tetapi uslub atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda. Uslub bahasa Al Qura’an jauh lebih tinggi kualitasnya bila di bandingkan dengan lainnya. Al Qura’an muncul dengan uslub yang begitu indah. Di dalam uslub ada pada ucapan manusia.[8]
Dalam Al Qura’an, misalnya banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan) yang di susun dalam bentuk bahasa yang sangat indah lagi mempesona jauh lebih indah dari pada apa yang di buat oleh penyair dan sastrawan. Contoh dalam surat Al-Qoeiah (101) ayat 5, Allah berfirman :
ãbqä3s?ur ãA$t6Éfø9$# Ç`ôgÏèø9$$Ÿ2 Â\qàÿZyJø9$# (القارعه: 5)
Artinya
“Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang di hambur-hamburkan”. (Q.S. Al-Qoriah ,101:5)
Bulu yang di hambur-hamburkan ini sebagai gambaran dari gunung-gunung yang telah hancur lebur berserakan bagian-bagiannya. Kadang kala Al Qura’an menyerahkan untuk menyatakan bahwa ke dua unsure tasybih, yakni masyabbah (yang di serupakan) dan musyabbah bin (yang di serupakan dengannya) itu mempunyai sifat indrawi yang sama.
Dalam tasybih paling tidak harus ada musyabah dan musyabbah bih, kalau satu dari ke dua unsur tersebut tidak ada atau di buang, maka ia bukan tasybih, tetapi isti’arah. Dalam Al Qura’an banyak di dapati gaya bahasa berbentuk isti’arah salah satu contohnya ialah :
tA$s% Éb>u ÎoTÎ) z`ydur ãNôàyèø9$# ÓÍh_ÏB Ÿ@yètGô©$#ur â¨ù&§9$# $Y6øŠx© öNs9ur .`à2r& šÍ¬!%tæßÎ/ Éb>u $wŠÉ)x© (مريم: 4)
Artinya :
“Ia berkata, ya Tuhanku sesungguhnya tulangku telah lemas dan kepalaku telah di tumbuhi uban dan aku belum pernah kecewa dalam berharap kepada Engkau ya Tuhanku.(Q.S. Maryam, 19:4)
Menurut pakar ilmu Balaqhah, Al Qura’an selain menggunakan tasybih dan isti’arah juga menggunakan majas (metapora dan matsal)
  1. Hukum illahi yang sempurna
Al Qur’an menjelaskan pokok akidah, norma-norma keutamaan, sopan-santun, undang-undang, ekonomi, politik, sosial dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Apabila kita memperhatikan pokok-pokok ibadah, kita akan memperoleh kenyataan bahwa Islam telah memperluasnya dan menganekaragamkan serta meramunya menjadi ibadah amaliyah, seperti zakat dan sedekah. Ada juga yang berupa ibadah amaliyah sekaligus ibadah badaniyah, seperti berjuang di jalan Allah.
Tentang akidah Al Qur’an mengajak umat manusia pada akidah yang suci dan tinggi, yakni beriman kepada Allah Yang maha Agung, menyatakan adanya nabi dan rasul serta mempercayai kitab samawi.
Dalam bidang undang-undang, Al Qur’an telah menetapkan kaidah-kaidah mengenai perdata, pidana, politik, dan ekonomi. Adapun mengenai hubungan internasional, al Qur’an telah menetapkan dasar-dasarnya yang paling sempurna dan adil, baik dalam keadaan damai maupun perang.
Al Qur’an menggunakan dua cara tatkala menetapkan sebuah ketentuan hukum.[9]
a.       Secara global
Persoalan ibadah umumya diterangkan secara global, sedangkan perinciannya diserahkan kepada para ulama melalui ijtihad.
b.      Hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah yang berkaitan dengan utang-piutang, makanan yang halal dan yang haram, memelihara kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.
  1. Gaya bahasa
Gaya bahasa Al Qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona. Al Qur’an secara tegas menentang semua sastrawan para orator Arab untuk menandingi ketinggian Al Qur’an baik bahasa maupun susunannya. Setiap kali mereka mencoba menandingi, mereka mengalami kesulitan dan kegagalan dan bahkan mencapat cemoohan dari masyarakat.
Diantara pendusta dan musyrik Arab pada saat itu yang berusaha untuk menandingi ialah Musailimah Kadzdzab. Adapun tandingan di maksud adalah kepalsuan kata-katanya sebagai berikut:
“Hai katak, anak dari dua katak. Bersihkan apa saja yang engkau bersihkan bagian atas engkau dengan air liur dan bagian bawah engkau di tanah.”
“Gajah, apakah gajah itu taukah kamu apa gajah itu, ekornya seperti tongkat dan belalainya panjang.”
“Demi kambing dan aneka warnanya, malangkah mengagumkan itamnya dan air susunya. Demi domba yang hitam dan air susunya yang putih, sungguh hal ini sangat mengagumkan, sesungguhnya diharamkan mencampurnya dengan kurma.”
Dan masih banyak tokoh-tokoh masyarakat Arab pada waktu itu yang ingin menandingi kalam Allah itu, namun selalu mengalami kegagalan sehingga benarlah Al Qur’an sebagai mukjizat.
  1. Berita tentang hal-hal yang gaib
Sebagian ulama mengatakan bahwa mukjizat Al Qur’an itu adalah berita-berita gaib. Firaun, yang mengejar-ngejar Musa, diceritakan dalam surat Yunus (10) ayat 92 Allah berfirman:
“Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahny dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuatan kami.”
Cerita peperangan Romawi dengan Persia yang dijelaskan dalam surat Ar-rum (30) ayat 1-5 merupakan satu berita gaib lainnya yang disampaikan Al Qur’an, Allah berfirman:
“Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allahlah urusan sebelum dan sesudah mereka menang. Dan dihari kemenangan bangsa Romawi itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah yang maha perkasa lagi maha penyayang.
  1. Isyarat-isyarat ilmiah
Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al Qur’an misalnya:
a.       Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan sebagaimana yang dujelaskan firman Allah berikut:
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya munzilah-munzilah 9tempat-tempat) bagi perjalan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu, melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. Yunus (10): 5).


b.      Perbedaan sidik jari manusia, sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah berikut:
“Bukan demikian, sebenarnya kami kuasa menyusun kembali jari-jemarinya dengan sempurna.”
c.       Aroma/bau manusia berbeda-beda, sebagaimana diisyaratkan firman Allah berikut:
“Tatkala kafiah itu keluar (Dari negeri Mesir), ayah mereka berkata “Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku).” (Q.S. Al-Baqarah (2): 23)
d.      Adanya nurai (super ego) dan bawah sadar manusia, sebagaimana diisyaratkan firman Allah berikut:
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Q.S. Al-Qiyamah (75): 14)
e.       Masa penyusuan yang tepat dan masa kehamilan minimal sebagai wara diisyaratkan firman Allah berikut:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 233)
f.       Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan napas, hal ini diisyaratkan oleh firman Allah berikut:
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama Islam) dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendekati langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada ;orang-orang yang beriman. (Q.S. Al-An’am (6): 25)


  1. Ketelitian redaksinya
a.       keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Beberapa contoh,di antaranya:
1).    Al-hayah (hidup) dan al-maut (mati),masing-masing sebanyak 145 kali;
2).    An-naf (manfaat) dan Al-madharah (mudarat),masing-masing sebanyak 50 kali;
3).    Al-har (panas) al-bard (dingin) masing-masing 4 kali;
4).    Ash-shalihat (kebajikan) dan as-sayyiat (keburukan),masing-masing167 kali;                                           
5).    Ath-thuma’ninah (kelapangan/ketenangan) dan adh-dhiq (kesempitan/ kekesalan),masing-masing13 kali;
6).    Ar-rabah (cemas/takut) dan ar-raghbah (harap/ingin),masing-masing 8 kali;
7).    Al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) dalam bentuk definite, masing-masing 17 kali;
8).    Ash-shayf (musim panas) dan asy-syita (musim dingin), masing-masing 1 kali
b.      Keseimbangan jumlah bilangan kata engan sinonimnya/makna yang dikandungnya.
1).    Al-harts dan az-zira’ah (membajak/bertani), masing-masing 14 kali;
2).    Al-‘usb dan adh-dhurur (membanggakan diri/angkuh), masing-masing sebanyak 27 kali;
3).    Adh-dhallun dan al-mawta (orang sesat/mati jiwanya),masing-masing 17 kali;
4).    Al-quran, al-wahyu dan al-islam (Al-quran, wahyu, dan islam), masing-masing sebanyak 70 kali;
5).    Al-‘aql dan an-nur (akal dan cahaya), masing-masing 49 kali;
6).    Al-jahr dan al-‘alaniyah (nyata),masing-masing 16 kali; Ketelitian redaksi Alqur an bergantung pada hal berikut.
c.       keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan akibatnya.
1).    Al-infaq (infaq) dngan ar-ridha (kerelaan),masing-masing 73 kali;
2).    Al-bukhl (kekikiran) dengan al- hasarah (penyesalan), masing-masing 12 kali,
3).    Al-kafirun (orang-orang kafir) dengan an-nar/al-ahraq (neraka/pembakaran), masing-masing 32 kali;
4).    As-salam (kedamaian) dernagan Ath-thayybat (kebajikan), masing-masing 60 kali
d.      Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya.
1).    Al-israf (pemborosan) , dengan as-sur’ah (ketergesaan), masing-masing 23 kali.
2).    Al- maw’izhah (nasehat/petuah) dengan al-lisan (lidah), masing-masing 25 kali.
3).    Al- asra (tawanan) dengan al- harb (perang) masing- masing 6 kali.
4).    As-salam (kedamaian) dengan ath-thayyibat (kebajikan) masing-masing 60 kali.
e.       As-salam (kedamaian) dengan ath-thayyibat (kebajikan) masing-masing 60 kaliDi samping keseimbangan-keseimbangan tersebut, di temukan juga keseimbangan khusus.
1).    Kata yawn; (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari yang menunjukkan bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni), berjumlah tiga puluh, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata yang berarti bulan (syahr) hanya terdapat du belas kali sama dengan jumlah dalam setahun.
2).    Al-quran menjelaskan bahwa langit itu ada tujuh macam. Penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 29, surat Al-isra’ (17) ayat 44, surat Al-Mu’minun (23) ayat 86, surat Fushilat (41) ayat 12, surat Ath-Thalaq (65) ayat12, surat Al-mulk (67) ayat 3, dan surat Nuh (71) aya 15. Selain itu, penjelasan tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam 7 ayat.
3).    Kata-kata yang menunjukan kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir (pembarwa berita gembira) atau nadzir (pemberi nada pringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa beruta tersebut, yakni 518


BAB III
KESIMPULAN

1.      Dari segi bahasa I’jaz berasal dari kata a’jaza, I’jaz yang berarti melemahkan atau memperlemah, adapun pengertian I’jaz itu sendiri ialah ketidak mampuan seorang melakukan sesuatu.
2.      Macam-macam mukjizat di bagi menjadi dua yaitu :
a         Mukjizat material yang bisa di jangkau lewat masyarakat tempat mereka menyampaikan risalah.
b        Mukjizat indrawi, mukjizat yang bisa di jangkau oleh akal dan tidak di batasi waktu atau masa tertentu.
3.      Segi-segi kemukjizatan Al Qura’an ada 4 yaitu :
a         Gaya bahasa
b        Susunan kalimat
c         Hukum Ilahi
d        Berita tentang hal gaib
e         Isyarat ilmiah
f         Ketelitian redaksinya
4.      Adapun hikamah adanya I’jaz adalah :
a         Menambahkan ketauhidtan kepada Allah swt.
b        Allah telah memberi pengetahuan kepada manusia yang sebelumnya manusia tidak mengetahui.
c         Allah memerintah manusia untuk selalu merenungkan apa yang telah di berikan-Nya.
d        Supaya manusia tidak sombong kepada sesame manusia karena kekuasaan manusia tidak ada apa-apanya di banding kekuasaan Allah.


[1] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal 285 
[2] Ibid, hal 205
[3] Manna Khalil Al Qattan, Study Ilmu-ilmu Al Qur’an (terjemahan dari Mubahits fi Ulumul Qur’an), (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 2004), hal. 371
[4] Usman, Ulumul Qur’an..., hal 287
[5] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997), hal. 23
[6] Manna Khalil Al Qattan, Study Ilmu-ilmu..., hal. 374-377
[7] M. Quraish Shihab, Mukjizat..., hal. 35
[8] Subhi As-Shalih, Mahahits fi Ulum Al Qur’an, Dar Al-Ilm fi Al-Malaya, (Beirut, 1988)
[9] Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an, hal. 199