A.
Hakekat Pendidik
a. Pengertian
Pendidik
Dari segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin Nata dari
WJS, Poerwadarminta pengertian pendidik adalah orang yang mendidik[1]. Pengertian ini memberikan kesan, bahwa pendidik
adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Pendidik dalam
bahasa Inggris disebut Teacher, dalam bahasa Arab disebut Ustadz, Mudarris,
Mu’alim dan Mu’adib. Dalam literatur lainya kita mengenal guru, dosen,
pengajar, tutor, lecturer, educator, trainer dan lain sebagainya.
Sedangkan Pendidik dalam
perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan seluruh potensi peserta didik , baik petensi afektif, kognitif,
maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam[2].
Beberapa kata di atas secara
keseluruhan terhimpun dalam kata pendidik, karena keseluruhan kata tersebut
mengacu kepada seorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau
pengalaman kepada orang lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut menunjukan
adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan
keterampilan diberikan.
Dikutip dari Abudin Nata,
pengertian pendidik adalah orang yang mendidik.Pengertian ini memberikan kesan
bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik.
Secara khusus pendidikan dalam persepektif pendidikan Islam adalah orang-orang
yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik.
Kalau kita melihat secara fungsional kata pendidik dapat di artikan sebagai
pemberi atau penyalur pengetahuan, keterampilan. Dari istilah-istilah sinonim
di atas, kata pendidik secara fungsional menunjukan kepada seseorang yang
melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan,
pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa saja dan dimana saja. Secara luas dalam
keluarga adalah orang tua, guru jika itu disekolah, di kampus disebut dosen, di
pesantren disebut murabbi atau kyai dan lain sebagainya.
Uraian singkat di atas tampak
bahwa ketika menjelaskan pengertian pendidik selalu dikaitkan dengan bidang
tugas atau pekerjaan. Jika dikaitakan dengan pekerjaan maka variabel yang
melekat adalah lembaga pendidikan, walau secara luas pengertian pendidik tidak
terikat dengan lembaga pendidikan. Ini menunjukan bahwa pada akhirnya pendidik
merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada seseorang yang
tugasnya berkaitan dengan pendidikan. Didalam pendidikan ada proses belajar
mengajar dengan kata lain adalah pengajaran.
Dalam Islam, orang yang paling
bertanggung-jawab terhadap pendidikan adalah orangtua (ayah dan ibu) anak
didik. Tanggung jawab itu disebabkan oleh dua hal yaitu pertama, karena kodrat
yaitu karena orangtua ditakdirkan menjadi orangtua anaknya, dan karena itu ia
ditakdirkan pula bertanggung-jawab mendidik anaknya. Kedua, karena kepentingan
kedua orangtua yaitu orangtua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan
anaknya.
Selain itu sukses tidaknya
anak mereka juga sangat tergantung pada pola pengasuhan dan pendidikan yang
diberikan di lingkungan rumah tangga. Inilah yang
tercermin dalam QS. Al-Tahrim : 6 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.
Kemudian pendidik berikutnya
dalam pandangan Islam adalah guru/dosen. Sederhananya guru bisa disebut sebagai
pengajar dan pendidik sekaligus. Dalam pendidikan formal tingkat dasar dan
menengah disebut pendidik, sedangkan pada perguruan tinggi disebut dengan
dosen.
Menurut Ramayulis, pendidik
dalam pendidikan Islam setidaknya ada empat macam. Pertama, Allah SWT
sebagai pendidik bagi hamba-hamba dan sekalian makhluk-Nya. Kedua, Nabi
Muhammad SAW sebagai utusan-Nya telah menerima wahyu dari Allah kemudian
bertugas untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk yang ada di dalamnya kepada
seluruh manusia. Ketiga, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan
keluarga bagi anak-anaknya. Keempat, guru sebagai pendidik di lingkungan
pendidikan formal, seperti di sekolah atau madrasah. Namun pendidik yang lebih
banyak dibicarakan dalam pembahasan ini adalah pendidik dalam bentuk yang
keempat.
Salah satu hal yang menarik
pada ajaran Islam ialah penghargaan Islam yang sangat tinggi terhadap guru /
pendidik. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru
setingkat di bawah kedudukan nabi dan rasul. Mengapa demikian? Karena pendidik
selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan), sedangkan Islam sangat menghargai
pengetahuan.
Sebenarnya tingginya kedudukan
pendidik dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam
memuliakan pengetahuan, pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar, yang
belajar adalah calon pendidik, dan yang mengajar adalah pendidik. Maka, tidak
boleh tidak, Islam pasti memuliakan pendidik. Tak terbayangkan terjadinya
perkembangan pengetahuan tanpa adanya orang yang belajar dan mengajar, tidak
terbayangkan adanya belajar dan mengajar tanpa adanya pendidik. Karena Islam
adalah agama, maka pandangan tentang pendidik, kedudukan pendidik, tidak
terlepas dari nilai-nilai kelangitan.
Ada penyebab khas mengapa
orang Islam amat menghargai pendidik, yaitu pandangan bahwa ilmu (pengetahuan)
itu semuanya bersumber pada Tuhan :
………..لا عِلْمَ لَنَا إِلا مَا
عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (٣٢)
“……….Tidak
ada pengetahuan yang kami miliki kecuali yang Engkau ajarkan kepada kami”
(QS. Al-Baqarah : 32)
Ilmu datang dari Tuhan, pendidik pertama adalah Tuhan.
Pandangan yang menembus langit ini tidak boleh tidak telah melahirkan sikap
pada orang Islam bahwa ilmu itu tidak terpisah dari Allah, ilmu tidak terpisah
dari pendidik, maka kedudukan pendidik amat tinggi dalam Islam.
Dari beberapa hadis dapat dilihat bahwa Nabi Muhammad
SAW juga memposisikan pendidik di tempat yang mulia dan terhormat. Dia
menegaskan bahwa ulama adalah pewaris para nabi, sementara makna ulama adalah
orang yang berilmu. Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidik termasuk ulama.
Tegasnya, pendidik adalah pewaris para nabi. Ini bisa dilihat misalnya pada
contoh hadis berikut:
…..اْلعُلَمَاءُ وَرَاثَتُ
اْلاَنْبِيَاءِ…..
Artinya : ……Para ulama (pendidik) adalah pewaris
para nabi (Dari Abu Darda’ r.a. dan diriwayatkan oleh Ibn Majah)
Hadis di atas juga menunjukkan bahwa Rasulullah SAW
memberikan perhatian yang besar terhadap ”pendidik” sekaligus memberikan posisi
terhormat kepadanya. Hal ini beralasan mengingat peran pendidik sangat
menentukan dalam mendidik manusia untuk tetap konsisten dan komitmen dalam
menjalankan risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Kemudian ada pula hadits
yang menjelaskan bahwa kedudukan orang ‘alim itu lebih unggul dibanding ‘abid.
Juga hadits tentang pujian Nabi SAW terhadap orang yang belajar ilmu Al-Qur’an
dan mengajarkannya kepada orang lain.
b. Peran
Pendidik dalam Pengajaran
Pendidik dalam rangka pengajaran dituntut untuk
melakukan kegiatan yang bersifat edukatif dan ilmiah. Oleh karena itu peran
pendidik tidak hanya sebagai pengajar tetapi sekaligus sebagai pembimbing yaitu
sebagai wali yang membantu anak didik mengatasi kesulitan dalam studinya dan
pemecahan bagi permasalahan lainya. Dilain pihak pendidik juga berperan sebagai
pemimpin (khusus diruang kuliah/kelas), sebagai komunikator dengan masyarakat,
sebagai pengembangan ilmu dan penjabaran luasan ilmu (innovator), bahkan juga
berperan sebagai pelaksana administrasi. Peranan pendidik dapat ditinjau dalam
arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas pendidik mengemban
peranan–peranan sebagai ukuran kognitif, sebagai agen moral, sebagai inovator
dan kooperatif.
Pendidik sebagai ukuran kognitif. Tugas pendidik umumnya
adalah mewariskan pengetahuan berbagai keterampilan kepada generasi muda.
Hal-hal yang akan diwariskan itu sudah tentu harus sesuai ukuran yang telah
ditentukan masyarakat dan merupakan gambaran tentang keadaan sosial, ekonomi,
dan politik. Karena itu
pendidik harus mampu memenuhi ukuran kemampuan tersebut.
Pendidik sebagai agen moral
dan politik. Pendidik bertindak sebagai agen moral masyarakat, karena fungsinya
mendidik warga masyarakat agar melek huruf, pandai berhitung dan berbagai
keterampilan kognitif lainnya. Keterampilan-keterampilan itu dipandang sebagai
bagian dari proses moral, karena masyarakat yang telah pandai membaca dan
pengetahuan, akan berusaha menghindari dari tindakan-tindakan kriminal dan
menyimpang dari aturan masyarakat.
Pendidik sebagai innovator.
Berkat kamajuan ilmu pengetahuan dan teknoligi, maka masyarakat senantiasa
berubah dan berkembang dalam semua aspek. Perubahan dan perkembangan itu
menuntut terjadinya inovasi pendidikan. Tanggung jawab melaksanakan inovasi itu
diantaranya terletak pada penyelenggaraan pendidikan.
Peranan kooperatif dalam
melaksanakan tugasnya pendidik tidak mungkin bekerjasama sendiri dan
mengandalkan kemampuan diri sendiri. Karena itu para pendidik perlu bekerja
sama antara sesama pendidik dan dengan pekerja-pekerja sosial, lembaga-lembaga
kemasyarakatan, dan dengan persatuan orang tua murid.
Dalam proses pengajaran
dikelas peranan pendidik (mengadopsi istilah ‘guru’) lebih spesifik sifatnya.
Peranan itu meliputi lima hal yaitu; (a) Pendidik sebagai model, (b) Pendidik
sebagai perencana, (c) Pendidik sebagai peramal (d) pendidik sebagai Pemimpin
(e) Pendidik sebagai penunjuk jalan atau sebagai pembimbing kearah pusat-pusat
belajar.
Menambahkan hal itu Djamarah, menuliskan peran
pendidik adalah;
a. Korektor; Yaitu pendidik bisa membedakan mana nilai yang baik dan
mana nilai yang buruk, koreksi yang dilakukan bersifat menyeluruh dari afektif
sampai ke psikomotor
b. Inspirator; pendidik menjadi inspirator/ilham bagi kemajuan
belajar mahasiswa, petunjuk bagaimana belajar yang baik dan mengatasi
permasalahan lainya.
c. Informator; pendidik harus dapat memberikan informasi perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. Organisator; Mampu mengelola kegiatan akademik (belajar)
e. Motivator; Mampu mendorong peserta didik agar bergairah dan aktif
belajar
f. Inisiator; pendidik menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam
pendidikan dan pengajaran
g. Fasilitator; pendidik dapat memberikan fasilitas yang memungkinkan
kemudahan kegiatan belajar
h. Pembimbing; membimbing anak didik manusia dewasa susila yang cakap
i. Demonstrator; jika diperlukan pendidik bisa mendemontrasikan
bahan pelajaran yang susah dipahami
j. Pengelola kelas; mengelola kelas untuk menunjang interaksi
edukatif
k. Mediator; pendidik menjadi media yag berfungsi sebagai alat
komunikasi guna mengefektifkan proses interaktif edukatif
l. Supervisor; pendidik hendaknya dapat, memperbaiki, dan menilai secara
kritis terhadap proses pengajaran dan
m. Evaluator; pendidik dituntut menjadi evaluator yag baik dan jujur.
c. Tujuan Pendidik.
Pendidik adalah orang dewasa yang mempunyai rasa
tanggung jawab untuk memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya demi mencapai kedewasaannya, mampu
melaksanakan tugasnya sebagai makhluk tuhan, makhluk sosial dan sebagai
individu yang sanggup berdiri sendiri.
Orang yang pertama yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak atau pendidikan anak adalah orang tuanya, karena adanya
pertalian darah secara langsung sehingga ia mempunyai rasa tanggung jawab
terhadap masa depan anaknya.
Orang tua disebut juga sebagai pendidik kodrat. Namun
karena mereka tidak mempunayai kemampuan, waktu dan sebagainya, maka mereka
menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada orang lain yang dikira mampu atau
berkompeten untuk melaksanakan tugas mendidik.
- Syarat-syarat dan Sifat-sifat Yang Harus dimiliki oleh Seorang Pendidik.
Syarat-syarat umum bagi
seorang pendidik adalah : Sehat Jasmani dan Sehat Rohani. Menurut H. Mubangit,
syarat untuk menjadi seorang pendidik yaitu :
1) Harus beragama.
2) Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan
agama.
3) Tidak kalah dengan guru-guru umum lainnya
dalam membentuk Negara yang demokratis.
4) Harus memiliki perasaan panggilan murni.
Sedangkan sifat-sifat yang
harus dimiliki seorang pendidik adalah :
1) Integritas peribadi, peribadi yang segala
aspeknya berkembang secara harmonis.
2) Integritas sosial, yaitu peribadi yang
merupakan satuan dengan masyarakat.
3) Integritas susila, yaitu peribadi yang telah
menyatukan diri dengan norma-norma susila yang dipilihnya.
Adapun menurut Prof. Dr. Moh.
Athiyah al-Abrasyi, seorang pendidik harus memiliki sifat-sifat tertenru agar
ia dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik, seperti yang diungkapkan oleh
beliau adalah[3]
:
1)
Memiliki
sifat Zuhud, dalam artian tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari
ridha Allah.
2)
Seorang
Guru harus jauh dari dosa besar.
3)
Ikhlas dalam pekerjaan.
4)
Bersifat pemaaf.
5)
Harus mencintai peserta
didiknya.
- Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik
Secara umum tugas pendidik islam adalah membimbing dan mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik dari tahap ke tahap kehidupanya sampai mencapai titik kemampuan yang
optimal. Mengenai tugas pendidik, ahli-ahli pendidikan Islam juga ahli pendidikan
Barat telah sepakat bahwa tugas pendidik ialah mendidik. Mendidik adalah tugas
yang amat luas. Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian
dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh,
membiasakan, dan lain-lain.
Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan tentang tugas seorang
pendidik atau pendidik. Al-Qur’an telah mengisyaratkan peran para nabi dan
pengikutnya dalam pendidikan dan fungsi fundamental mereka dalam pengkajian
ilmu-ilmu Ilahi serta aplikasinya. Isyarat tersebut, salah satunya terdapat dalam firman-Nya berikut ini :
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ
الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا
لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ
تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ (٧٩)
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah
berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada
manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.”
Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena
kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Ali Imran : 79)
Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung mengisyaratkan
bahwa tugas terpenting yang diemban oleh Rasulullah Saw. adalah mengajarkan
al-kitab, hikmah dan penyucian diri sebagaimana difirmankan Allah berikut ini:
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولا مِنْهُمْ
يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ
إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (١٢٩)
“Ya Tuhan
kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan
membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al
Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”. QS.
Al-Baqarah : 129
Pendidik, jika ingin berhasil dalam dalam kegiatannya
mendidik anak, harus mematuhi 8 adab atau etika yang bisa dimaknai juga sebagai
tugas kewajiban selaku pendidik yang telah diatur pedomannya berlandaskan
nilai-nilai luhur Islam. Al-Ghazali -sebagaimana dikutip Al-Abrasy-
menjelaskan tugas dan kewajiban pendidik sebagai berikut :
Pertama, sayang kepada murid sebagaimana sayangnya
kepada anaknya sendiri dan berusah memberi pelajaran yang dapat membebaskannya
dari api neraka. Oleh
karena itu, tugas pendidik adalah lebih mulia daripada tugas kedua orang tua.
Pendidik adalah sebab bagi kebahagiaan dunia dan akhirat, sedang orang tua
hanyalah sebab bagi kelahiran anak ke dalam dunia fana.
Kedua, mengikuti akhlak
dan keteladanan Nabi Muhamad SAW. Oleh karena itu, seorang pendidik tidak boleh
mengharapkan gaji, upah atau ucapan terima kasih. Ia mengajar harus dengan niat beribadat dan
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ketiga, membimbing murid
secara penuh, baik dalam cara belajar maupun dalam menentukan urutan pelajaran.
Ia harus memulai pelajaran dari yang mudah dan berangsur meningkat kepada yang
sukar. Ia harus menjelaskan juga pada murid bahwa menuntut ilmu itu tidak boleh
bercampur dengan niat lain kecuali karena Allah semata-mata.
Keempat, menasehati murid agar
senantiasa berakhlak baik. Ia harus memualai nasehat itu dari hanya sekedar
sindiran serta dengan penuh kasih sayang, tidak dengan cara dengan terang-terangan,
apalagi dengan kasar dan mengejek, yang malah akan membuat murid menjadi kebal
atau keras kepala sehingga nasehat itu akan menjadi seumpama air dalam dalam
keranjang menetes ke dalam pasir.
Kelima, menghindarkan diri
dari sikap merendahkan ilmu-ilmu lain di hadapan anak, misalnya pendidik bahasa
mengatakan ilmu fikih tidak penting, pendidik fikih mengatakan ilmu
tafsir tidak perlu dan sebagainya.
Keenam, menjaga agar materi
yang diajarkanya sesuai dengan tingkat kematangan dan daya tangkap muridnya. Ia
tidak boleh memberikan pelajaran yang belum terjangkau oleh potensi inteljensi
anak didiknya. Pelajaran yang tidak disesuaikan malah akan membuat anak benci,
merasa terpaksa dan akhirnya malah meninggalkan pelajaran tersebut.
Ketujuh, memilihkan mata
pelajaran yang sesuai untuk anak-anak yang kurang pandai atau
bodoh. Ia tidak boleh menyebut-menyebut bahwa di belakang dari ilmu yang sedang
diajarkanya masih banyak rahasia yang hanya ia sendiri mengetahuinya.
Kadang-kadang pendidik, dengan sikap menyembunyikan semacam itu, ingin
memperlihatkan dirinya sebagai seorang yang sangat dalam ilmunya sehingga orang
banyak harus berpendidik kepadanya .
Kedelapan, mengamalkan
ilmunya, serta perkataannya tidak boleh berlawanan dengan realitas zhahir perbuatannya.
Sebab, jika demikian halnya maka murid-murid tidak akan hormat kepadanya.
Ada beberapa hal penting yang
perlu ditampilkan ke permukaan dari teori Al-Ghazali mengenai pendidik
tersebut. Di antaranya adalah:
1. Mengajar dengan kasih sayang
Al-Ghazali telah mengemukakan teorinya pada abad
9, sedang di Eropa di zaman reformasi Martin Luther pada abad 15 –jadi 6 abad
kemudian– anak-anak masih didik dengan kasar dan bengis berdasrkan teori bahwa
mereka, karena dosa asal, benar-benar berkodrat jahat. Juan Luis Vives
(1492-1540) mulai mengemukakan bahwa dalam kegiatan pendidikan, anak harus
mendapatkan perhatian. Tetapi pendidikan anak dengan kasih sayang baru dimulai
di Eropa pada abad 18.
2. Memperhatikan tingkat kemampuan anak.
Pelajaran harus dimulai dari materi-materi yang
sesuai dengan tingkat kemampuan pemahaman anak. Oleh karena itu pelajaran harus
dimuali dari yang konkrit dan mudah, lalu secara berangsur meningkat kepada
yang abstrak dan sukar.
3. Memberi nasehat dengan kiasan/ kasih sayang.
Dalam memberi nasehat kepada anak (murid) tidak
boleh langsung atau secara belak-belakkan, tetapi harus dimulai dengan sindiran
atau kiasan dan menyampaikanya secara sopan dan lembut. Nasehat yang
blak-blakkan hanya diberikan pada saat-saat tertentu yang dipandang sangat
diperlukan.
4. Berakhlak mulia.
Pendidik akan ditiru dan diteladani oleh murid.
Oleh karena, itu ia harus berakhlak mulia, berbudi tinggi dan memiliki
sikap toleransi (tasamuh) dalam menghadapi murid-muridnya.
5. Bersikap sebagai motivator.
Setiap murid harus diusahakan berhasil memperoleh
ilmu. Untuk itu pendidik harus bersikap motivator, merangsang murid agar
mencintai ilmu dan dengan bersungguh-sungguh mempelajarinya. Kecintaan tersebut
tidak boleh diarahkan kepada satu atau dua macam ilmu saja. Oleh karena itu ia
tidak boleh mengatakan ilmu yang dimilikinya lebih penting dari pada ilmu yang
dikuasai oleh pendidik yang lain.
6. Memperhatikan perbedaan individual.
Anak-anak, termasuk yang kembar, berbeda antar
yang satu dengan yang lainnya (individual differences). Pendidik harus
memperhatikanya dan menyesuaikan pelajaran dengan kondisi anak agar benar-benar
dapat diserap serta difahaminya dengan baik.
Al-Ghazali sudah mengemukakan
apa yang kemudian pada abad 20 dikenal dengan individual differences
yang olehnya diistilahkan dengan al-furuq al-fardiyyah (perbedaan
individual). Berdasarkan teorinya itu, ia menganjurkan supaya pelajaran
disesuaikan dengan kondisi individual masing-masing anak. Mungkin boleh jadi
beliau lah orang pertama yang memasukan teori Ilmu Jiwa ke dalam Ilmu
Pendidikan yang kemudian berkembang amat pesat di belakangnya terutama mengenai
keharusan menyesuaikan pelajaran dengan pribadi anak didik, baik dilihat dari
segi tingkatan umur, kematangan jiwa dan kemampuan memahami maupun tingkat
intelejensi.
Menurut Roestiyah N.K. yang
dikutip oleh Djamarah bahwa pendidik dalam mendidik anak didik bertugas untuk:
5) Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik
berupa kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman.
6) Membentuk kepribadian anak didik yang
harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara kita pancasila.
7) Menyiapkan anak didik menjadi warga negara
yang baik sesuai undang-undang pendidikan yang merupakan keputusan MPR No II
Tahun 1983
8) Sebagai perantara dalam belajar
9) Pendidik sebagai pembimbing untuk membawa
anak didik kedalam kearah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat
membentuk anak didik menurut sekehendaknya.
10) Pendidik sebagai penghubung antara sekolah dan
masyarakat
11) Pendidik sebagai penegek disiplin.
12) Pendidik administrator dan manajer
13) Pendidik sebagai suatu profesi.
14) Pendidik sebagai perencana kurikulum.
15) Pendidik sebagai pemimpin.
16) Pendidik sebagai sponsor kegiatan anak-anak.
Dikutib dari Wens Tanlani,
Djamarah menuliskan bahwa pendidik yang bertanggung jawab memiliki sifat;
1)
Menerima
dan mematuhi norma, nilai kemanusiaan.
2)
Memikul
tugas mendidik dengan baik, berani gembira (tugas bukan menjadi beban baginya).
3)
Sadar
akan nilai–nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang
timbul (kata hati).
4)
Menghargai orang lain termasuk
anak didik.
5)
Bijaksana dan hati-hati (tidat
nakat tidak semberono, tidak singkat akal) Taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Dan sedangkan tanggung jawab
pendidik sebagai tenaga profesional antara lain;
1)
Tanggung
jawab moral; Tenaga profesional berkewajiban menghayati dan mengamalkan
pancasila dan mewariskan moral Pancasila kemahasiswa dan generasi muda
2)
Tanggung
jawab dalam bidang pendidikan; Tenaga profesional bertanggung jawab mengelola
proses pendidikan dalam pengajaran, bimbingan, dan lain sebaginya.
3)
Tanggung
jawab kemasyarakatan; pendidik tidak boleh melepaskan diri dari kehidupan
masyarakat
4)
Tanggung
jawab di bidang keilmuan; pendidik bertanggung jawab memajukan ilmu pengetahuan
dan teknologi, terutama bidang keahlianya.
Dalam melengkapi keahlian
sebagai seorang pendidik tentunya tidak terlepas juga dari keahlihan dia dalam
memahami metode, yang selanjutnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Maka
sangatlah penting untuk memahami hakekat metode dalam pendidikan.
Disamping itu menurut
pemakalah adalah perlunya adanya lembaga yang selanjutnya akan mengevaluasi
kompetensi seorang pendidik, baik secara mentalitas maupun kapabilitasnya.
Disamping evaluasi perlu juga adanya lembaga yang konsen dibidang peningkatan
mutu seorang pendidik, dalam hal ini mungkin diterjemahkan dalam bentuk program
pelatihan, pengawasan, pembimbingan dan penjaminan. Kehadiran lembaga pengontrol mutu di
lembaga-lembaga pendidikan sangat membantu dalam menciptakan profil pendidik
yang ideal.
Dari pembahasan tersebut
maka secara khusus tugas-tugas dari seorang pendidik adalah sebagai berikut :
1)
Membimbing
peserta didik, dalam artian mencari pengenalan terhadap anak didik mengenai
kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya.
2)
Menciptakan
situasi untuk pendidikan, yaitu ; suatu keadaan dimana tindakan-tindakan
pendidik dapat berlangsung dengan baik dan hasil yang memuaskan.
3)
Seorang
penddidik harus memiliki pengetahuan yang diperlukan, seperti pengetahuan
keagamaan, dan lain sebagainya. Seperti yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali,
bahwa tugas pendidik adalah menyempurnakan, membersihkan, menyempurnakan serta
membaha hati manusia untuk Taqarrub kepada Allah SWT.
Sedangkan tanggung jawab dari seorang pendidik
adalah :
1)
Bertanggung moral.
2)
Bertanggung
jawab dalam bidang pedidikan.
3)
Tanggung jawab kemasyarakatan.
4)
Bertanggung
jawab dalam bidang keilmuan.
B.
Hakekat Peserta Didik
a. Pengertian
Peserta Didik
Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses
perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, mereka memerlukan
bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan
fitrahnya.
Didalam pandangan yang lebih modern anak didik tidak
hanya dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga mereka
harus diperlukan sebagai subjek pendidikan, diantaranya adalah dengan cara
melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam proses belajar
mengajar. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat dicirikan sebagai
orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan.
Dasar-dasar kebutuhan anak untuk memperoleh pendidikan,
secara kodrati anak membutuhkan dari orang tuanya. Dasar-dasar kodrati ini
dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak
dalam kehidupannya, dalam hal ini keharusan untuk mendapatkan pendidikan itu
jika diamati lebih jauh sebenarnya mengandung aspek-aspek kepentingan, antara
lain :
1.
Aspek Paedogogis. Dalam aspek
ini para pendidik mendorang manusia sebagai animal educandum, makhluk yang
memerlukan pendidikan. Dalam kenyataannya manusia dapat dikategorikan sebagai
animal, artinya binatang yang dapat dididik, sedangkan binatang pada umumnya
tidak dapat dididik, melainkan hanya dilatih secara dresser. Adapun manusia
dengan potensi yang dimilikinya dapat dididik dan dikembangkan kearah yang
diciptakan.
2.
Aspek Sosiologi dan Kultural.
Menurut ahli sosiologi,
pada perinsipnya manusia adalah moscrus, yaitu makhlik
yang berwatak dan berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat
3.
Aspek Tauhid.
Aspek tauhid ini adalah
aspek pandangan yang mengakui bahwa manusia adalah
makhluk yang berketuhanan, menurut para ahli disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya tuhan) atau disebut juga homoriligius (makhluk yang beragama).
b. Tugas dan Kewajiban
Peserta Didik
Agar pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat mencapai
tujuan yang diinginkan maka setiap peserta didik hendaknya, senantiasa
menyadari tugas dan kewajibannya.. Menurut Asma Hasan Fahmi tugas dan kewajiban
yang harus dipenuhi peserta didik diantaranya adalah[4].
1. Peserta
didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.
2. Tujuan
belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keimanan.
3. Setiap
peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
4. Peserta
didik hendaknya belajar secara bersungguh-sungguh dan tabah dalam belajar.
Dan adapun kewajiban peserta didik diantaranya adalah:
1. Sebelum
belajar hendaknya terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat buruk.
2. Niat belajar hendaknya ditujukan untuk
mengisi jiwa dengan berbagai fadillah.
3. Wajib bersungguh – sungguh dalam belajar, wajib
saling mengasihi dan menyayangi diantara sesama, bergaul baik terhadap
guru-gurunya.
c. Sifat-sifat Ideal Peserta Didik
Dalam upaya mencapai tujuan
Pendidikan Islam, peserta didik hendaknya memiliki dan menanamkan sifat-sifat
yang baik dalam dari dan kepribadiannya. Diantara sifat-sifat ideal ynag perlu
dimiliki peserta didik misalnya ; berkemauan keras atau pantang menyerah,
memiliki motivasi yang tinggi, sabar, dan tabah, tidak mudah putus asa dan
sebagainya.
Berkenaan dengan sifat ideal
diatas, Imam Al-Ghazali, sebagaimana dikutip Fatahiyah Hasan Sulaiman,
merumuskan sifat-sifat ideal yang patut dimiliki peserta didik yaitu[5]
;
1. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka
taqarrub ila Allah. Mempunyai ahklak yang baik dan meninggalkan yang buruk.
2. Mengurangi kecendrungan pada kehidupan
duniawi disbanding ukhrawi dan sebaliknya.
3. Bersifat tawadhu’ (rendah hati).
4. Menjaga pikiran dari berbagai pertentangan
dan aliran.
5. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji baik ilmu
umum dan agama.
6. Belajar secara bertahap atau berjenjang
dengan melalui pelajaran yang mudah menuju pelajran yang sulit.
7. Mempelajari ilmu sampai tuntas untuk kemudian
beralih kepada ilmu yang lainnya.
8. Memahami nilai-nilai ilmiah atas ilmu
pengetahuan yang dipelajari
9. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki
ilmu duniawi.
10. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu
pengetahuan yang dapat bermanfaat, membahagiakan, serta memeberi keselematan
dunia dan akhirat.
BAB II
Kesimpulan
Pendidik adalah orang yang
melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus pendidikan dalam
persepektif pendidikan islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan seluruh potensi peseta didik. Kalau kita melihat secara fungsional
kata pendidik dapat di artikan sebagai pemberi atau penyalur pengetahuan,
keterampilan.
Seorang pendidik mempunyai
rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya sebagai seorang pendidik. Seperti
yang dikatakan oleh Imam Ghazali bahwa” tugas pendidik adalah menyempurnakan,
membersihkan, menyempurnakan serta membawa hati manusia untuk Taqarrub kepada
Allah SWT.
Sedangkan peserta didik adalah
makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya
masing-masing, dimana mereka sangat memerlukan bimbingan dan pengarahan yang
konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya. Berdasarkan
pengertian ini, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah
memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan.