BAB1
PENDAHULUAN
- Latara Belakang
Kepribadian adalah sesuatu yang pasti terdapat dalam diri setiap
manusia, baik manusia itu beragama maupun tidak. Secara umum kepribadian
terdapat dalam diri setiap individu yang normal. Sedangkan orang yang tidak
normal kepribadiannya tidak tertentu dan tidak dapat diamati secara pasti,
walaupun pada dasarnya setiap kepribadian itu dapat diamati melalui
gejala-gejala yang tampak.
Pada
ilmu psikologi kepribadian dibahas dalam kajian ilmu yang termasuk bagian dari
psikologi secara tersendiri. Maka hal itu memunculkan ilmu baru yaitu psikologi
kepribadian. Kemudian dalam psikologi pendidikan Islam juga dibahas kepribadian
orang Islam atau dapat dikatakan kepribadian orang menurut pandangan atau sudut
pandang agama Islam Ketika anak didik masuk sekolah dasar, dalam jiwa anak
tersebut telah membawa bekal rasa agama yang terdapat dalam kepribadiannya,
dari orang tuanya dan dari gurunya, semasa di taman kanak-kanak. Andai kata
didikan agama yang diterima dari orang tua di rumah sejalan dan serasi apa yang
diterima dari gurunya di taman kanak-kanak maka ia masuk sekolah dasar telah
membawa dasar agama yang kuat dan bulat (serasi) akan tetapi, jika berlainan
maka yang dibawanya adalah keragu-raguan, karena ia belum dapat memikirkan mana
yang benar.
Di
dalam lembaga pendidikan yang menjadi pusat adalah guru, karena anak didik akan
menyerap apa yang ia lihat dan ia dengar, serta perilaku gurunya. Apalagi anak
didik belum mampu berfikir dan masih abstrak, disamping itu juga kemampuannya
sangatlah terbatas. Seperti halnya guru yang jauh dari agama, ia biasanya berbicara
tidak sopan suka menghardik, tingkah lakunya yang tidak sesuai dengan apa yang
harus ia ajarkan kepada anak didiknya. Guru yang demikian akan membuat menjadi
rusak akhlaknya.
Adapun
dalam hal ini, guru berperan sebagai pendidik maupun sebagai pembina dan
pembentuk perilaku keagamaan anak didik yang dapat terwujud dalam bentuk
kegiatan seperti halnya latihan-latihan keagamaan yang menyangkut akhlak siswa
yakni yang berhubungan antara manusia satu dengan manusia lainnya. Pada usia
sekolah dasar, anak-anak sedang mengalami pertumbuhan kecerdasan yang sangat
cepat, daya khayal dan fantasi yang sangat tinggi, perasaan khayal yang sedang
subur dan kemampuan untuk berpikir logis sedang dalam pertumbuhan yang sangat
subur. Oleh karena itu, di dalam lembaga pendidikan guru merupakan orang tua
siswa.
Sehingga
guru harus mengetahui pembentukan kepribadian yang benar menurut al-Qur’an dan
sesuai dengan ajaran Islam. Maka
dari itu, penulis berusaha mengumpulkan teori dari Islam tentang kepribadian,
yang penulis sinkronkan dengan teori dari Barat, untuk mengintegrasikan antara
kedua teori tersebut. Untuk itu penulis akan menyusun sebuah tulisan yang
berjudul "Kepribadian Muslim dan Ciri-Cirinya" yang penulis kumpulkan
dari berbagai referensi yang ada.
- Rumusan Masalah
a.
Bagaimana pengertian
kepribadian?
b.
Bagamaimana pendekatan dalam
psikologi kepribadian?
c.
Bagaiamana struktur kepribadian
muslim?
d.
Bagaimana integrasi kepribadian
muslim?
- Tujuan Pembahasan
a.
untuk mengetahui pengertian
kepribadian?
b.
Untuk mengetahui pendekatan
dalam psikologi kepribadian?
c.
Untuk mengetahui struktur
kepribadian muslim?
d.
Untuk mengetahui integrasi
kepribadian muslim
e.
Untuk mengetahui ciri
kepribadian muslim?
BAB II
PEMBAHASAN
- Kepribadian Muslim
Kata
kepribadian dalam kamus bahasa Indonesia bermakna sifat hakiki yang tercermin
dalam sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan dirnya dari orang lain
atau bangsa laian[1].
Dalam bahasa inggris disebut personality yang diterjmahkan dalam bahasa
Indonesia menjadi kepribadaian.
Dari segi etimologi, kepribadian terjemahan dari
kata personality (bahasa Inggris) yang berasal dari bahasa Yunani kuno prosopon
atau persona, yang artinya ‘topeng’ yang biasa dipakai artis dalam
teater.[2] yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain yang sering dipakai
oleh pemain-pemain yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak atau
pribadi seseorang. Hal ini oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas yang hanya
dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik, maupun
yang kurang baik.
Dalam
kamus psikologi yang ditulis oleh james P.chaplin ia menyebutkan beberapa
pengertian kepribadian dari tokoh kejiwaan diantaranya[3]:
G. Alport mengartikan kepribadian
sebagai organisasi dinamis dalam individu yang terdiri dari system psikofisik
yang menentukan tinggah laku dan pikiran secara karekteristik.
R.B. cattel mengartikan
kepribadian sebagai segala sesuatu yang memungkinkan satu peranan dari apa yang
akan dilakukan seseorang dalam situasi tertentu.
Murray mengartikan
kepribadian sebagai kesinambungan bentuk bentuk dan kekuatan kekuatan yang di
nyatakan …….dari proses yang berkuasa dan teroganisir serta tingkah laku
lahiriah dari lahir sampai mati.
Edler mengartikan
kepribadian adalah gaya
hidup individu, atau cara yang karekteristik
mereaksinya seseorang terhadap masalah hidup dan termasuk tujuan tujan
hidup.
Jung mengartikan kepribadian
dalah integrasi dari ego ketidak sadaran pribadi, ketidaksadaran kolektif,
kelompok, akvitf akvitif……
Freud mengartikan
kepribadian adalah integrasi dari ide, ego dan super ego.
Jadi pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa
kepribadian merupakan pernyataan atau istilah yang digunakan menyebut tingkah
laku seseorang yang terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya dari sudut filsafat
dikemukakan pendapat, yang dikutip
oleh Jalaluddin. Menurut
William Stern kepribadian adalah suatu kesatuan yang banyak (Unita Multi
Complex) yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu dan mengandung
sifat-sifat khusus individu, yang bebas menentukan dirinya sendiri. Sedangkan Prof Kohnstamm, menentang William Stern yang meniadakan
kesadaran pada pribadi terutama kepada Tuhan. Menurut Kohnstamm; Tuhan
merupakan pribadi yang menguasai alam semesta. Dengan kata lain kepribadian
sama artinya dengan teistis (keyakinan). Orang yang berkepribadian menurutnya
ialah orang yang berkeyakinan ketuhanan.[4] Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa dalam
pandangan filsafat kepribadian diidentikkan dengan kepercayaan terhadap Tuhan
dan keagamaannya.
Jadi yang dinamakan kepribadian muslim adalah susunan dan kesatuan unsur-unsur akal dan jiwa seorang muslim yang menentukan perbedaan tingkah laku
atau tindakan dari tiap-tiap orang
muslim tersebut.
- Pendekatan dalam psikologi kepribadian
a)
Pendekatan tipologis
Pola kerja pendekatan
tipologis adalah berdasarkan sejumlah kecil kategori yang dapat memedakan ciri
ciri khas individu yang satu dengan yang lain dengan melakukan pengolongan
(deskripsi) individu menjadi beberapa tipe. Adapun tipe itu antara lain keadaan
jasmani, system nilai, tempramen dan system system lain.
b)
Pendekatan pensifatan
Pola kerja pendekatan
pensifatan ini adalah berdasarkan pada anggapan bahwa variabel yang dapat
dipakai untuk menunjukkan ciri ciri khas seseorang itu sangat banyak, sehingga
orang berusaha membuat deskripsi selengkap mungkin mengenai seseorang, namun
dalam prakteknya fariabel itu tidak terbatas jumplahnya.
c)
Pendekatan factorial
Pola kerja pendekatan
factorial ini adalah pertama dibuat hipotesis bahwa ada sejumlah faktor yang
mendasari tingkah laku individu yang banyak macamnya
- Struktur kepribadian muslim
Sigmund Feud merumuskan sistem kepribadian
menjadi tiga sistem. Ketiga
sistem itu dinamainya id, ego dan super ego. Dalam diri orang yang memiliki
jiwa yang sehat ketiga sistem itu bekerja dalam suatu susunan yang harmonis.
Segala bentuk tujuan dan gerak geriknya selalu memenuhi keperluan dan keinginan
manusia yang pokok. Sebaliknya kalau ketiga sistem itu bekerja secara
bertentangan satu sama lainnya, maka orang tersebut dinamainya sebagai orang
yang tak dapat menyesuaikan diri.
1. Das es (the
Id), sebagai suatu sistem id mempunyai fungsi menunaikan prinsip kehidupan
asli manusia berupa penyaluran dorongan naluriah.
2. Das Ich (the ego), merupakan sistem
yang berfungsi menyalurkan dorongan id ke keadaan yang nyata.
3. Das veber ich (the super ego), sebagai suatu sistem yang memiliki unsur moral dan keadilan, maka
sebagian besar super ego mewakili alam ideal. Tujuan super ego adalah membawa
individu ke arah kesempurnaan sesuai dengan pertimbangan keadilan dan moral.[5]
Dari ketiga aspek tersebut di atas, masing-masing
mempunyai fungsi, sifat komponen, prinsip kerja, sifat dinamika dari sendiri,
namun ketiga-tiganya saling berhubungan sehingga tidak mungkin dipisahkan
pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia.
Menurut pendapat Sukamto, sebagaimana yang dikutip Jalaluddin, kepribadian terdiri dari empat sistem[6]
yaitu:
1. Qalb. Qalb adalah hati, yang menurut
bahasa berarti sesuatu yang berbolak-balik. Sedangkan menurut istilah ialah
segumpal daging yang ada dalam tubuh yang digunakan untuk merasakan yang
sifatnya bisa berubah-ubah. Hal tersebut sesuai sabda Nabi; yang artinya: ketahuilah
bahwa didalam tubuh manusia terdapat segumpal daging(sekepal daging), jika itu
baik maka baiklah seluruh tubuh. Kalau
itu rusak maka rusaklah seluruh tubuh, itulah qalb.[7]
2. Fuad, adalah perasaan terdalam dari hati
yang sering kita sebut hati nurani (cahaya mata hati), dan berfungsi sebagai
penyimpan daya ingatan. Ia sangat sensitif terhadap gerak atau dorongan hati,
dan merasakan akibatnya. Kalau hati kufur, fuad pun kufur dan menderita. Dalam
al-Qur’an fuad disebutkan sebagai berikut:
a. Fuad bisa bergoncang gelisah. Allah
berfirman yang artinya: Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa[8].
Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak
kami teguhkan hati- nya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada
janji Allah).
b. Dengan diwahyukannya Al Qur’an kepada
nabi, fuad nabi menjadi teguh. Allah
berfirman yang artinya:
Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan
kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah[9]
supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur
dan benar).
c. Fuad tidak bisa berdusta. Allah berfirman yang artinya: Hatinya tidak mendustakan apa yang telah
dilihatnya.[10]
d. Orang zalim fuadnya kosong. Allah berfirman yang artinya: Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan
dengan mangangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati
mereka kosong.[11]
Orang musryk fuad dan pandangannya
dibolak-balikkan. Allah berfirman
yang artinya: Dan (begitu
pula) kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah
beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan kami biarkan mereka
bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.[12]
3. Ego, aspek ini timbul karena
kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Ego
adalah derivat dari qalb dan bukan untuk merintanginya. Kalau qalb hanya
mengenal dunia sesuatu yang subyektif dan yang obeyektif. Didalam fungsinya ego
berpegang pada prinsip kenyataan.
4. Tingkah laku. Nafsiologi kepribadian
berangkat dari kerangka acuan dan asumsi-asumsi subyektif tentang tingkah laku
manusia, karena menyadari bahwa tidak seorangpun bisa bersikap obyektif
sepenuhnya dalam mempelajari manusia. Tingkah laku ditentukan oleh pengalaman
yang disadari oleh pribadi. Masalah normal dan abnormal tentang tingkah laku,
dalam nafsiologi ditentukan oleh nilai dan norma yang sifatnya universal. Orang
yang disebut normal adalah orang yang seoptimal mungkin melaksanakan iman dan
amal saleh di segala tempat. Kebalikan dari ketentuan itu adalah abnormal.
- Integrasi kepribadian muslim
Kepribadian
yang terintegrasi adalah kepribadian yang sehat, yang membuat seseorang
merasakan ketentraman dan kebahagian. Dimana kepribadian yang bisa
mengkompromikan antara kebutuhan fisik dan kebutuhan sepiritual nya sangat
mungkin dilakukan manusia itu konsisten dalam berperilaku sesuai petunjuk
Allah, dan tidak berlebih lebihan dalam memenuhi satu dorongan saja[13].
Menurut
Usman Najati, apibila keseimbangan antara fisik dan jiwa terealisasikan maka
terealisasikan kepribadian manusia dalam
citranya yang hakiki dan sempurna, seperti tercemin pada kepribadian
Rasulullah. Lebih lanjut Usman Najati mengatakan bahwa keseimbangan antara tubuh dan man jiwa dalam kepribadian
manusia adalah sebagaiaman keseimbangan yang terjadi pada alam semesta. Dengan
demikian kepribadian yang terintegrasi dan serasi adalah kepribadian yang
memperhatikan fisik, kesehatannya, kekuatannya dan memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya dalam batas batas yang diperkenankan agama, dan pada saat yang
sama berpegang teguh pada Allah, melaksanakan berbagai ibadah, melakukan segala
hal yang di ridhoi Allah, dan menghindari segala hal yang membuat Allah murka.
- Faktor faktor yang mempengaruhi kepribadian
Secara
umum dapat dikemukakan bahwa faktor faktor yang mempengaruhi kepribadian itu
dapat di perinci menjadi tiga golongan besar yaiti (b) faktor biologis, (b)
faktor sosial, dan )(c) faktor kebudayaan.
a)
Faktor biologis atau keturunan.
Fakta ilmiah yang ditemukan para ilmuan
tentang bagamana fisik sifat- sifat keadaan dan keadaan yang diturunkan, secara
gambling telah diturunkan dalam Al quran jauh sebelum para ilmuan melakukan
penelitian. Dengan semakin canggih keilmuan manusia, semakin jelas bukti
empiric dapat dimati dengan panca indra. Menurut Husain Mashari hukum keturunan melakukan pemindahan sifat
sifat batin, internal yang memimilik pembawaan moral sepiritual, yang
selanjutnya berpengaruh bukan hanya terbatas pada pembentukan ciri cirri
jasmaniyah lahiriah saja. Bagimanapun faktor faktor keturunan dalam membentuk
kepribadian anak tidak dapat dipungkiri. Dalam Al Quran Q.S. A-A’rAraf: 57 Allah berfirman:
“Dan tanah yang baik, tanam tnaman nya yang subur dengan
seizing Allah. Dan tanah yang tidak subur, tanam tanaman hanya akan tumbuh merana”.
Kandungan ayat ini menurut Musain Mashari mendekat kan hubungan rasional dari hukum turunan
melalui contoh iderawi yang bergerak dan hidup. Tanah di kategorikan sebagai
benda yang paling dekat dengan manusia, dapat dibagi dua macam yautu tanah subur
dan tidak yang gersang dan tandus.
b)
Faktor sosial
Faktor sosial yang dimaksud disini adalah masyarakat disekitar
individu yang mempengaruhi individu tersebut. Yang termasuk dalam faktor sosial
adalah tradidi, adat istiadat, dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam perkembangan
individu peranan keluaga sangat menentukan sangat menentukan, karena pada
lingkungan keluarga sangat menentukan kepribadian anak selanjutnya. Hal ini
disebabkan karena:
a.
Pengaruh itu merupakan
pengalaman yang pertama tama.
b.
Pengaruh yang diterima anak itu
masih terbatas jumlahnya dan luasnya.
c.
Intensitas pengaruh itu tinggi
karena berlangsung terus menerus siang malam.
d.
Umumnya pengaruh itu diterima
dalam suasana aman dan sifat intim dan bernada emosional.
Pada
selanjutnya pengaruh lingkungan sosial diteriman anak semakin besar luas, mulai
dari lingkungan keluarga meluas pada anggota keluarga yang lain, teman yang
datang kerumahnya, fteman sepermainan dan sebagainya. Demikian pengaruh faktor
sosial terhadap perkembangan kepribadian yang terima oleh individu dalam hidup
dan kehidupannya sehari hari sejak kecil sampai dewasa. Dalam Al Quran Q.S
al-Araaf 173-174 Allah berfirman:
“Dan (inggatlah), ketika tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak anak
adam dari sulbi mereka dan mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfiman): “Bukan kah aku ini tuhanmu?
“Mereka menjawab “ Betul (Tuhank kami), kami akan menjadi saksi”. ( kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kami tidak mengatakan: “
sesungguhnya kami bani adam adalah oaring orang yang lenggah terhadap in
(keesaan tuhan)”, atau agar kami tidak mengatakan: “sesungguhnya orang orang
tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedangkan kami adalah anak
anak keturunan yang datang sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan
kami karena perbuatan orang orang yang sesat dahulu?”
Ayat ini
mengandung maksud: agar orang orang musrik itu jangan mengatakan bahwa bapak
bapak mereka dahulu telah mempersekutukan Tuhan itu salah, tak ada lagi jalan
bagi mereka, hanyalah meniru orang orang tua mereka yang mempersekutukan Tuhan
itu. Karena itu mereka menganggap bahwa mereka tidak patut disiksa karena
kesalahan mereka.
c)
Adat kebiasaan
Adat kebiasaan yang dimaksud disini adalah
perbuatan yang disertai kemauan sendiri tanpa adanya dorongan dari pihak lain.
Hal ini merupakan salah satu ciri kepribadian seseorang yang kadang-kadang
tidak dimiliki oleh orang lain, hal ini ada yang bersifat baik dan bersifat
buruk. Adat kebiasaan yang baik selalu tercermin dalam setiap perilaku
seseorang, sebagai misal ialah seseorang, suka menolong orang lain dalam
kerusuhan, saling mengadakan silaturahmi dalam hati raya idul fitri, dan suka
menjenguk teman dalam keadaan sakit. Sedangkan adat kebiasaan yang buruk juga
selalu nampak pada seseorang yakni ketika seseorang berbuat, misalnya orang
yang selalu suka menghasut bila melihat teman yang kontra dengan teman lainnya
karena hal ini sudah merupakan kebiasaan dirinya. Oleh karena itu, nampak
perilaku seseorang yang memberikan corak tersendiri dalam kehidupannya
khususnya umat Islam.
- Macam-macam kepibadian Muslim
Setiap muslim harus mempunyai kepribadian yang
Islami. Maka, pada diri setiap muslim tentulah harus ada macam-macam
kepribadian yang menggambarkan keislaman. Kepribadian tersebut antara lain:
1.
Shalat (Ibadah)
Shalat
merupakan tiang agama siapa yang menegakkan shalat beraerti menegakkan agama
dan siapa yang merusak shalatnya berarti merobohkan agamanya. Peristiwa besar
yaitu “isro’ mi’roj” Nabi Muhammad
SAW, perintah shalat tidak melalui malaikat Jibril, melainkan langsung di
sidratul muntaha.
Dari
pernyataan di atas dapat diambil pengertian tentang shalat, yaitu: Berharap hati kepada Allah sebagai ibadah yang diwajibkan atas tiap-tiap
orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Berupa perbuatan/perkataan dan
berdasarkan atas syarat-syarat dan rukun tertentu yang dimulai dengan bacaan ”takbir” dan diakhiri dengan ”salam”.21
Sedangkan dasar-dasar yang menunjukkan adanya
kewajiban shalat adalah:
a. Surat al-Ankabut ayat 45
...أَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ
الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ...
”Kerjakanlah
shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar.”
b. Surat Al-Baqarah ayat 43
وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (43)
”Dan
dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat, dan tunduklah / ruku’ bersama-sama
orang yang ruku’”.
Setelah kita tahu secara eksplisit dari definisi
shalat, maka hendaklah perintah shalat itu ditanamkan kedalam jiwa dan hati
anak didik dengan menggunakan pendidikan yang cermat, serta dilakukan sejak
anak-anak masih kecil.
2. Akhlak Personal
Tandensi akhlak tersebut adalah:
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ
فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14) وَإِنْ
جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا
تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ
أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ
تَعْمَلُونَ (15)
Artinya:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[14].
Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.(14) Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan
orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka
Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (15)(Q.S. Luqman/31:14-15)
Dalam
akhlak personal ini, keluarga mempunyai kewajiban
sebagai berikut:
a.
Memberi contoh kepada anak
dalam berakhlak mulia. Sebab orang tua yang tidak berhasil menguasai dirinya
tentulah tidak sanggup meyakinkan anak-anaknya untuk memegang akhlak yang
diajarkannya. Maka sebagai orang tua harus terlebih dahulu mengajarkan pada
dirinya sendiri tentang akhlak yang baik sehingga baru bisa memberikan contoh
pada anak-anaknya.
b.
Menyediakan kesempatan kepada
anak untuk mempraktikkan akhlak mulia. Dalam keadaan bagaimanapun, sebagai
orang tua akan mudah ditiru oleh anak-anaknya, dan di sekolah pun guru sebagai
wakil orang tua merupakan orang tua yang akrab bagi anak.[15]
c.
Memberi tanggung jawab sesuai
dengan perkembangan anak. Pada awalnya orang tua harus memberikan pengertian
dulu, setelah itu baru diberikan suatu kepercayaan pada diri anak itu sendiri.
d. Mengawasi dan mengarahkan anak agar selektivitas dalam bergaul. Jadi
orang tua tetap memberikan perhatian kepada anak-anak, dimana dan kapanpun
orang tua selalu mengawasi dan mengarahkan, menjaga mereka dari teman-teman
yang menyeleweng dan tempat-tempat maksiat yang menimbulkan kerusakan.[16]
3. Akhlak Sosial
Di samping akhlak personal, seorang muslim juga harus memiliki akhlak
sosial. Sesuai dengan ayat 18 surah Luqman, ketika terjun di masyarakat, seorang
muslim dilarang untuk bertingkah laku dengan sombong dan berjalan dengan angkuh
seolah-olah hanya ia yang mempunyai ilmu pengetahuan. Dalam
ayat tersebut terdapat larangan memalingkan muka, memalingkan muka ini
mempunyai arti mencibirkan mulut ketika berbicara,[17]
dengan maksud menghina. Larangan berakhlak tercela tersebut dapat diberlakukan
secara umum dengan istilah yaitu takhalli,
yaitu membersihkan diri dari
sifat-sifat tercela.
Adapun sifat yang tercela yang harus dihilangkan
tersebut adakalanya maksiat batin antara lain riya (memamerkan
kelebihan), sama’ (cari nama atau kemasyhuran), bakhil (kikir), hubbul
mal (cinta harta yang berlebihan), namimah (berbicara dibelakang
orang) dan lain sebagainya. Dan juga yang merupakan maksiat lahir, ialah segala
perbuatan yang dikerjakan oleh anggota badan manusia yang merusak orang lain
atau diri sendiri, sehingga membawa pengorbanan benda, pikiran perasaan. Maksiat lahir,
melahirkan kejahatan-kejahatan yang merusak dan mengacaukan masyarakat.
Karena anak dilarang
untuk berakhlak tercela, maka anak diharuskan berakhlak mulia, dengan menghiasi
dirinya dengan akhlak mulia atau tahalli. Jadi seorang anak harus
berakhlak yang baik dimana setiap orang yang memandang menjadi senang
kepadanya. Orang yang berakhlak baik itu adalah orang yang sempurna imannya.
Hal itu sesuai dengan hadits berikut:
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ
خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا
Artinya:
Paling
sempurnanya orang mu’min imannya yaitu yang paling budi pekertinya, dan
pilihanmu adalah pilihanmu kepada wanita mu’min yang budi pekertinya baik [18]
Orang
yang berakhlak mulia tersebut dikatakan orang yang sempurna imannya, karena ia
tidak pernah menyakiti orang lain, dan hal itu merupakan implikasi iman dalam
kehidupan sehari-hari. Setelah itu,
maka seorang muslim diperintah untuk
menyederhanakan cara berjalan dan bersuara dengan lunak. Hal tersebut jika
dipahami dalam koridor akhlak merupakan perintah agar seseorang berakhlak mulia
dan rendah diri dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu, seorang anak juga
apabila terjun ke masyarakat harus mengikuti peraturan atau norma-norma
kemasyarakatan yang berlaku dan tidak menyimpang dari ajaran Islam.[19]
Penerapan
akhlak mulia atau mahmudah tersebut antara lain dengan cara menebarkan salam
kepada sesama muslim dan bersedekah kepada orang yang tidak mampu. Hal ini
sesuai dengan hadits:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ
السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ
Artinya:
Dari Abdullah bin
Amr, sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW, Mana Islam
yang paling bagus itu? Nabi bersabda: pemberianmu makanan dan pengucapanmu
salam kepada orang yang kamu kenal dan orang yang tidak kamu kenal [20]
Dari hadits di atas, dapat dipahami
bahwa orang yang paling mulia atau sempurna keislamannya adalah orang yang
berakhlak mulia dan menghormati sesama muslim yaitu dengan mengucapkan salam
baik kepada orang yang dikenal maupun yang tidak dikenal.
Demikian garis besar pembagian kepribadian
muslim yang mampu penulis ungkap. Sebenarnya masih banyak pembagian kepribadian
yang lain menurut peneliti dan ahli lain.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut, maka penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kepribadian muslim adalah susunan dan kesatuan unsur-unsur akal dan jiwa seorang muslim yang menentukan perbedaan tingkah laku
atau tindakan dari tiap-tiap orang
muslim tersebut.
2. Terdapat beberapa pendekatan dalam psikologi yaitu yaitu tipologis,
pensifatan dan faktorial
3. Pada dasarnya kepribadian terdiri dari 3 bagian, yaitu Id, ego dan
super ego.
4. Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi kepribadian muslim, yaitu faktor keturunan,
budaya, sosial
5. Macam-macam kepribadian muslim terbagi menjadi 3, yaitu ibadah, akhlak personal
dan akhlak sosial.
DAFTAR RUJUKAN
Abdullah, Islam
dan Kajian Sains, Surabaya:
Al-Ikhlas, 1994.
Al-Bukhari, Muhammad, Shahih al-Bukhari, juz 1, Mauqi’u
al-Islam: Dalam al-Maktabah al-Syamilah, 2005
Al-Mawardi, Abu
al-Hasan, al-Nukat wa al-'uyyun, juz 3,
Mauqi'u al Tafasir: Dalam Software al-Maktabah
al-Syamilah,
2005.
Al-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, juz 4, Mauqi'ul
Islam: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005.
Alwisol, Psikologi Kepribadian, Malang: UMM Press,2005.
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Mahjudin, Membina Akhlak Anak, Surabaya: Al-Ikhlas, 1985.
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Mufarakah, Anisatul, "Pendidikan Dalam Perspektif
Luqman al-Hakim: Kajian Atas QS: Luqman ayat 12-19", dalam Ta'allum
Jurnal Pendidikan Islam Vol.18.No.01, juni 2008, 11.
Muslim, Shahih Muslim juz 1, Mauqiu
al-Islam: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah.
Najati, M. Utsman, Al-Qur’an
dan Ilmu Jiwa, terj. Ahmad Rofi’I Utsmani, Bandung: Pustaka, 2000.
Qohar, Mas’ud Khasan Abdul, Kampus Ilmiah Populer, Surabaya: Bintang Pelajar, tt.
Sobur, Alex, Psikologi Umum dalam
Lintasan Sejarah, Bandung: Pustaka Setia, 2003.
Soeryosubroto, Soemadi, Psikologi
Kepribadian, Yogyakarta: Raka
Sorosin, tt.
Sujanto, Agus, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Aksara Baru, 1992.
[1] Dpertemen pendidikan dan kebudayaan, kamus besar bahasa Indonesia,(
balai pustaka Jakarta
1990)
[3] Chaplin J.P Kamus lengkap psikologi, terjemahan, Kartini
kartono, (Rajawali Pres, Jakarta . 1995)
[5] Ibid., 172. Lihat juga Soemadi Soeryosubroto, Psikolog Kepribadian, (Yogyakarta:
Sarsin, tt), 169. lihat juga Sobur, Psikologi Umum..., 302-303.
[6] Ibid. (Psikologi Agama), 173.
[7] Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Muhammad
al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, juz 1, (Mauqi’u al-Islam: Dalam
al-Maktabah al-Syamilah, 2005), 90 . hadits aslinya adalah
وَإِنَّ فِي
الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ
فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
[8] Setelah ibu Musa menghanyutkan Musa di sungai
Nil, Maka timbullah penyesalan dan kesangsian hatinya lantaran kekhawatiran
atas keselamatan Musa bahkan hampir-hampir ia berteriak meminta tolong kepada
orang untuk mengambil anaknya itu kembali, yang akan mengakibatkan terbukanya
rahasia bahwa Musa adalah anaknya sendiri. Q.S. al-Qhashas/28:10.
[9] Maksudnya: Al Quran itu tidak
diturunkan sekaligus, tetapi diturunkan secara berangsur-angsur agar dengan
cara demikian hati nabi Muhammad s.a.w menjadi Kuat dan tetap. Q.S. al-Furqan/25:32.
[13] Erhamwilda, konseling islam, (Graha Ilmu yogyakarta, 2009)
hal 34
21 Abdullah, Islam dan Kajian
Sains, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1994), 163
[14] Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih
ialah setelah anak berumur dua tahun.
[17] Abu al-Hasan al-Mawardi, al-Nukat wa al-'uyyun, juz 3, (Mauqi'u al Tafasir:
Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah,
2005), 336.
[18] Al-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, juz 4, (Mauqi'ul Islam: Dalam
Software al-Maktabah
al-Syamilah, 2005), 390.
hadits no. 1082.
[19] Anisatul Mufarakah, "Pendidikan Dalam Perspektif Luqman
al-Hakim: Kajian Atas QS: Luqman ayat 12-19", dalam Ta'allum
Jurnal Pendidikan Islam Vol.18.No.01, juni 2008, 11.
[20] Muslim, Shahih Muslim juz 1, (Mauqiu al-Islam: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah) 147, hadits no.
56.