BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar balakang
Salah satu objek
penting lainnya dalam kajian ulumul Al Qura’an adalah perbincangan mengen ai
mukjizat, terutama mukjizat Al Qura’an. Karena dengan perantara mukjizat Allah
mengingatkan manusia, bahwa para sasul itu merupakan utusan yang mendapat
dukungan dan bantuan dari langit. Mukjizat yang telah di berikan kepada para
Nabi mempunyai fungsi sama yaitu untuk memainkan peranannya dan mengatasi
kepandaian kaum disamping membuktikan bahwa kekuasaan Allah itu berada di atas
segala-galanya.
Adapun jutuan
mukjizat itu, untuk pengarahan yang di tujukan pada suatu umat yang berkaitan
dengan pengetahuan mereka, karena Allah tidak mengarahkan suatu umat pada
hal-hal yang mereka tidak ketahui, dan di situlah letak nilai mukjizat yang
telah di berikan kepada Nabi.
B. Rumusan masalah
Untuk lebih
memudahkan dalam memahami makalah ini maka penulis membuat rumusan sebagai
berikut :
- Apa pengertian tentang I’jaz
- Apa saja macam-macam mukjizat.
- Apa saja segi-segi kemukjizatan Al Qura’an.
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui pangertian tentang I’jaz.
2. Untuk mengetahui macam-macam mukjizat.
3. Untuk mengetahui segi-segi kemujizatan Al Qura’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian I jaz Al-Qur’an
Dari segi bahasa
kata I jaz berasal dari kata a’jaz, yujizu I jaz yang berarti melemahkan atau
memperlemah, juga dapat berarti menetapkan kelemahan atau memperlemah.[1]
Secara normative I’jaz adalah ketidakmampuan seseorang melakukan sesuatu yang
merupakan lawan dari ketidak berdayaan.[2]
Oleh karena itu apabila kemukjizatan itu telah terbukti, maka nampaklah
kemampuan mukjizat. Sedang yang di maksud dengan Ijaz secara terminology ilmu
Al-Qur’an adalah sebagaimana yang di kemukakan oleh beberpa ahli sebagai
berikut. Menurut Manna Khalil Al Qaththan:
Ijaz adalah menempakkan kebenaran Nabi
saw dalam pengakuaan orang lain sebagai rosul utusan Allah SWT dang an menampak
kelemahan orang-orang arab untuk menandinginya atau menghadapi makjizat yang
abadi, yaitu Al-Qur’an dan kelemahan-kelemahan generasi sesudah mereka.[3]
Sedangkan menutur
Ali al shabuniy mengemukakan:
I’jaz ialah menetapkan kelemahan
manusia baik secara kelompok maupun bersama-sama untuk menandingi hal yang
serupa dengannya, maka mukjizat merupakan bukti yang datangnya dari Allah swt
yang diberikan kepada hamba-Nya untuk memperkuat kebenaran misi kerasullan dan
kenabiaanya.
Sedangkan mukjizat
adalah perkara yang luar biasa yang disertai dengan tantangan yang tidak
mungkin dapat tandingi oleh siapapun dan kapanpun. Muhamad bakar ismail
menegaskan:
Mukjizat adalah perkara luar biasa
yang di sertai dan di ikuti tantangan yang diberikan oleh Allah swt kepada
Nabi-nabinya sebagai hujjah dan bukti yang kuat atas misi dan kenbenaran
terhadap apa yang di embannya yang bersumber dari Allah swt.
Dari ketiga
definisi di atas dapat di fahami antara I’jaz dan mukjizat itu adalah dapat
dikatakan searti yakni melemahkan. Hanya saja pengertian I’jaz di atas
mengesankan batasan yang lebih sepesifih, yang hanya Al-Qur’an. Sedangkan
pengertian mukjizat, menegaskan batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya
berupa Al-Qur’an, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak mampu di jangkau
manusia secara keseluruhan. Dengan demikian dalam konteks ini antara pengertian
I’jaz dan mukjizat itu saling melengkapi, sehingga nampak jelas keistimewaan
dari ketetapan-ketetapan Allah yang khusus diberikan kepada Rasul-rasul
pilihan-Nya sebagai salah satu bukti. Kebenaran misi kerasulan yang dibawahnya.[4]
Di tampilkan I’jaz
atau mukjizat itu bukanlah semata-mata bertujuan untuk menampakkan kelemahan
manusia untuk menandinginya tetapi untuk menyakinkan mereka bahwa Muhammad swt
adalah benar-benar utusan Allah Al-Qur’an itu benar-benar diturunkan disisi Allah
swt. Kapada Muhammad yang mana Al-Qur’an itu sama sekali bukanlah perkataan manusia
atau perkataan lainnya.
Al-Quran digunakan
oleh Nabi Muhammad saw untuk menantang orang-orang pada masa beliau dan
generasi sesudahnya yang tidak percaya akan kebenaran Al-Qur’an sebagai firman Allah
(bukan ciptaan Muhammad) dan tidak percaya akan risalah Nabi saw dan ajaran
yang di bawanya. Terhadap mereka sungguhpun
mereka memiliki tingkat fashahah dan balaghah sedemikian tinggi di
bidang bahasa arab, Nabi meminta mereka untuk menandingi Al-Qur’an dalam tiga
tahapan.[5]
1. Menantang mereka dengan seluruh Qur’an dalam Usluh
Uman yang meliputi orang arab sendiri dan orang lain, manusia dan jin, dengan
tantangan mengalahkan
@è% ÈûÈõ©9 ÏMyèyJtGô_$# ߧRM}$# `Éfø9$#ur #n?tã br& (#qè?ù't È@÷VÏJÎ/ #x»yd Èb#uäöà)ø9$# w tbqè?ù't ¾Ï&Î#÷WÏJÎ/ öqs9ur c%x. öNåkÝÕ÷èt/ <Ù÷èt7Ï9 #ZÎgsß (الإسرأ: 88)
Artinya :
“Katakanlah, sesungguhnya jika manusia
dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Quran ini niscaya mereka tidak
akan dapat membuat yang serupa dengan dia sekapilun sebagian mereka menjadi
pembantu bagi sebagian yang lain.”
2. Menantang mereka dengan satu surah saja dari
Al-Qur’an dalam firman-Nya.
÷Pr& cqä9qà)t çm1utIøù$# ( ö@è% (#qè?ù'sù Îô³yèÎ/ 9uqß ¾Ï&Î#÷VÏiB ;M»tutIøÿãB (#qãã÷$#ur Ç`tB OçF÷èsÜtGó$# `ÏiB Èbrß «!$# bÎ) óOçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ (هود: 13)
Artinya :
“Bahkan mereka mengatakan,” Muhammad
telah membuat-buat Al-Qur’an itu” katakanlah, kalau demikian, maka datangkanlah
sepuluh surat-surat menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup
memanggilnya selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”.
3. Menantang mereka dengan satu surah saja dari
Al-Qur’an, dalam firman-Nya:
وَإِنْ كُنْتُمْ فِى رَيْبِ مِمَّانَزَّلْنَاعَلَى
عَبْدِنَا فَأْتُوْبِسُوْرةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوْا شُهَدَآءَ كُمْ مِنْ دُونِ
اللهِ إنْ كُنْتُمْ صَدِقِيْنَ
Artinya :
“Dan jika kamu tetap dalam keraguan
tentang Al-Qur’an yang kamai wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah
satu surat saja yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu
selain Allah jika kamu orang-orang yang benar”
Kelahiran ilmu
kalam di dalam islam mempunyai implikasi lebih tepat untuk di katakansebagai
kalam. Di dalam kalam, dimana tokoh-tokoh imlu kalam ini mulai tampak ketika
membicarakan kemakhlukan Qur’an maka pendapat dan pandangan mereka berbeda-beda
dan beraneka ragam.[6]
- Abu ishaq ibrahim an Nizam dan pengikutnya dari kaum syi’ah berpendapat, kemukjizatan Qur’an adalah dengan cara sirfah (pemalingan). Arti sirfah dalam pandangan an-Nizam ialah bahwa Allah memalingkan orang-orang arab untuk menentang Qur’an, padahal sebenarnya mereka mampu menghadapinya. Pendapat tentang sirfah ini batil dan di tolak oleh Qur’an sendiri. Dalam fimannya :
“ Sesungguhnya jika manusia dan jin
berkumpul untuk membuat yang serupa Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bai
sebagian yang lain”. (al-Isra’ (17):88)
- Satu golongan ulama berpendapat Qur’an itu mukjizat dengan halagah-Nya yang mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingannya dan ini adalah pendapat ahli bahasa.
- Sebagian yang lain berpendapat segi kemukjizatan Al Qur’an itu ialah karena mengandung badi yang sangat unik dan berbeda dengan apa yang dikenal dalam perkataan orang Arab, seperti fasidah dan maqta.
- Golongan yang lain berpendapat bahwa Al Qur’an itu terletak pada pemberitaannya tentang hal-hal gaib yang akan datang yang tidak dapat diketahui kecuali dengan wahyu
- Satu golongan berpendapat Al Qur’an itu mukjizat karena ia mengandung bermacam-macam ilmu hikmah yang sangat dalam.
B. Macam-macam Mukjizat
Secara garis besar
mukjizat dapat di bagi dalam dua bagian pokok yaitu mukjizat yang bersifat hiisi
dan mukjizat maknawi yang dapat di buktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi
terdahulu merupakan jenis pertama mukjizat mereka bersifat hiisi dalam arti
keluarbiasaan tersebut dapat di jangkau lewat indra oleh masyarakat tempat
mereka menyampaikan risalahnya.[7] Contoh
seperti tidak terbakarnya Nabi Ibrahim a.s dalam kobaran api yang sangat besar,
berubah wujudnya tongkat Nabi Musa menjadi ular dan lain-lain. “ini berbeda
dengan mukjizat Nabi Muhammad saw yang sifatnya maknawi tetapi dapat di fahami
akal. Karena sifatnya yang demikian, ia tidak di batasi oleh suatu tempat atau
masa tertentu. Mukjizat Al-Qur’an dapat di jangkau oleh setiap orang yang
menggunakan akalnya dimana dan kapanpun.
Perbedaan ini di
sebabkan oleh dua hal pokok.
1. Manusia mengalami perkembangan dalam pemikiran
umatnya. Umat para Nabi khususnya sebelum Nabi Muhammad membutuhkan kebenaran yang
sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Akan tetapi setelah manusia menanjak
kedewasaan berfikir bukti indrawi tidak di butuhkan lagi. Itulah Para Nabi
sebelum Nabi Muhammad saw di tugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu.
Karena itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut.
Ini berbeda dengan Nabi Muhammad yang di utus untuk seluruh umat manusia sampai
akhir zaman sengingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu ada dan kapanpun
berada.
2. Sebabnya Nabi Muhammad saw, ketika di minta bukti
yang sifatnya demikian oleh mereka yang tidak percaya, beliau di perintahkan
untuk menjawab :
قُلْ سُبْحَان رَبِّن هل كُنْتُ إِلاَّ بَشَرًا
رسُوْلاً (الإسرإ: 62)
Artinya :
“Katakan, Maha Cusi Tuhanku bukankah aku ini hanya
seseorang manusia yang menjadi rasul. “
C. Segi-segi Kemukjizatan Al-Qur’an
1. Susunan kalimat
Kendatipun Al
Qura’an, hadis qudsi dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut Nabi tetapi
uslub atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda. Uslub bahasa Al Qura’an jauh
lebih tinggi kualitasnya bila di bandingkan dengan lainnya. Al Qura’an muncul
dengan uslub yang begitu indah. Di dalam uslub ada pada ucapan manusia.[8]
Dalam Al Qura’an,
misalnya banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan) yang di susun dalam
bentuk bahasa yang sangat indah lagi mempesona jauh lebih indah dari pada apa
yang di buat oleh penyair dan sastrawan. Contoh dalam surat Al-Qoeiah (101)
ayat 5, Allah berfirman :
ãbqä3s?ur ãA$t6Éfø9$# Ç`ôgÏèø9$$2 Â\qàÿZyJø9$# (القارعه: 5)
Artinya
“Dan gunung-gunung adalah seperti bulu
yang di hambur-hamburkan”. (Q.S. Al-Qoriah ,101:5)
Bulu yang di
hambur-hamburkan ini sebagai gambaran dari gunung-gunung yang telah hancur
lebur berserakan bagian-bagiannya. Kadang kala Al Qura’an menyerahkan untuk
menyatakan bahwa ke dua unsure tasybih, yakni masyabbah (yang di serupakan) dan
musyabbah bin (yang di serupakan dengannya) itu mempunyai sifat indrawi yang
sama.
Dalam tasybih paling
tidak harus ada musyabah dan musyabbah bih, kalau satu dari ke dua unsur
tersebut tidak ada atau di buang, maka ia bukan tasybih, tetapi isti’arah.
Dalam Al Qura’an banyak di dapati gaya bahasa berbentuk isti’arah salah satu
contohnya ialah :
tA$s% Éb>u ÎoTÎ) z`ydur ãNôàyèø9$# ÓÍh_ÏB @yètGô©$#ur â¨ù&§9$# $Y6øx© öNs9ur .`à2r& ͬ!%tæßÎ/ Éb>u $wÉ)x© (مريم: 4)
Artinya :
“Ia berkata, ya Tuhanku sesungguhnya
tulangku telah lemas dan kepalaku telah di tumbuhi uban dan aku belum pernah
kecewa dalam berharap kepada Engkau ya Tuhanku.(Q.S. Maryam, 19:4)
Menurut pakar ilmu
Balaqhah, Al Qura’an selain menggunakan tasybih dan isti’arah juga menggunakan
majas (metapora dan matsal)
- Hukum illahi yang sempurna
Al Qur’an
menjelaskan pokok akidah, norma-norma keutamaan, sopan-santun, undang-undang,
ekonomi, politik, sosial dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Apabila
kita memperhatikan pokok-pokok ibadah, kita akan memperoleh kenyataan bahwa
Islam telah memperluasnya dan menganekaragamkan serta meramunya menjadi ibadah
amaliyah, seperti zakat dan sedekah. Ada juga yang berupa ibadah amaliyah
sekaligus ibadah badaniyah, seperti berjuang di jalan Allah.
Tentang akidah Al
Qur’an mengajak umat manusia pada akidah yang suci dan tinggi, yakni beriman
kepada Allah Yang maha Agung, menyatakan adanya nabi dan rasul serta
mempercayai kitab samawi.
Dalam bidang
undang-undang, Al Qur’an telah menetapkan kaidah-kaidah mengenai perdata,
pidana, politik, dan ekonomi. Adapun mengenai hubungan internasional, al Qur’an
telah menetapkan dasar-dasarnya yang paling sempurna dan adil, baik dalam
keadaan damai maupun perang.
Al Qur’an
menggunakan dua cara tatkala menetapkan sebuah ketentuan hukum.[9]
a. Secara global
Persoalan ibadah umumya diterangkan
secara global, sedangkan perinciannya diserahkan kepada para ulama melalui
ijtihad.
b. Hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah
yang berkaitan dengan utang-piutang, makanan yang halal dan yang haram,
memelihara kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.
- Gaya bahasa
Gaya bahasa Al Qur’an
membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona. Al Qur’an secara
tegas menentang semua sastrawan para orator Arab untuk menandingi ketinggian Al
Qur’an baik bahasa maupun susunannya. Setiap kali mereka mencoba menandingi,
mereka mengalami kesulitan dan kegagalan dan bahkan mencapat cemoohan dari
masyarakat.
Diantara pendusta
dan musyrik Arab pada saat itu yang berusaha untuk menandingi ialah Musailimah
Kadzdzab. Adapun tandingan di maksud adalah kepalsuan kata-katanya sebagai
berikut:
“Hai katak, anak
dari dua katak. Bersihkan apa saja yang engkau bersihkan bagian atas engkau
dengan air liur dan bagian bawah engkau di tanah.”
“Gajah, apakah
gajah itu taukah kamu apa gajah itu, ekornya seperti tongkat dan belalainya
panjang.”
“Demi kambing dan
aneka warnanya, malangkah mengagumkan itamnya dan air susunya. Demi domba yang
hitam dan air susunya yang putih, sungguh hal ini sangat mengagumkan,
sesungguhnya diharamkan mencampurnya dengan kurma.”
Dan masih banyak
tokoh-tokoh masyarakat Arab pada waktu itu yang ingin menandingi kalam Allah
itu, namun selalu mengalami kegagalan sehingga benarlah Al Qur’an sebagai
mukjizat.
- Berita tentang hal-hal yang gaib
Sebagian ulama
mengatakan bahwa mukjizat Al Qur’an itu adalah berita-berita gaib. Firaun, yang
mengejar-ngejar Musa, diceritakan dalam surat Yunus (10) ayat 92 Allah
berfirman:
“Maka pada hari ini
kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang
yang datang sesudahny dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari
tanda-tanda kekuatan kami.”
Cerita peperangan
Romawi dengan Persia yang dijelaskan dalam surat Ar-rum (30) ayat 1-5 merupakan
satu berita gaib lainnya yang disampaikan Al Qur’an, Allah berfirman:
“Alif Laam Miim.
Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah
dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allahlah urusan
sebelum dan sesudah mereka menang. Dan dihari kemenangan bangsa Romawi itu
bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong
siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah yang maha perkasa lagi maha
penyayang.
- Isyarat-isyarat ilmiah
Banyak sekali
isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al Qur’an misalnya:
a. Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya
bulan merupakan pantulan sebagaimana yang dujelaskan firman Allah berikut:
“Dia-lah yang
menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
munzilah-munzilah 9tempat-tempat) bagi perjalan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu, melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. Yunus (10): 5).
b. Perbedaan sidik jari manusia, sebagaimana
diisyaratkan oleh firman Allah berikut:
“Bukan demikian, sebenarnya kami kuasa
menyusun kembali jari-jemarinya dengan sempurna.”
c. Aroma/bau manusia berbeda-beda, sebagaimana
diisyaratkan firman Allah berikut:
“Tatkala kafiah itu keluar (Dari
negeri Mesir), ayah mereka berkata “Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf,
sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku).” (Q.S.
Al-Baqarah (2): 23)
d. Adanya nurai (super ego) dan bawah sadar manusia,
sebagaimana diisyaratkan firman Allah berikut:
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas
dirinya sendiri meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Q.S. Al-Qiyamah
(75): 14)
e. Masa penyusuan yang tepat dan masa kehamilan
minimal sebagai wara diisyaratkan firman Allah berikut:
“Para ibu hendaklah menyusukan
anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makanan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara yang makruf.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 233)
f. Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat
menyesakkan napas, hal ini diisyaratkan oleh firman Allah berikut:
“Barang siapa yang Allah menghendaki
akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk
(memeluk agama Islam) dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya,
niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang
mendekati langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada ;orang-orang yang
beriman. (Q.S. Al-An’am (6): 25)
- Ketelitian redaksinya
a. keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan
antonimnya. Beberapa contoh,di antaranya:
1). Al-hayah (hidup) dan al-maut (mati),masing-masing
sebanyak 145 kali;
2). An-naf (manfaat) dan Al-madharah
(mudarat),masing-masing sebanyak 50 kali;
3). Al-har (panas) al-bard (dingin) masing-masing 4
kali;
4). Ash-shalihat (kebajikan) dan as-sayyiat
(keburukan),masing-masing167 kali;
5). Ath-thuma’ninah (kelapangan/ketenangan) dan
adh-dhiq (kesempitan/ kekesalan),masing-masing13 kali;
6). Ar-rabah (cemas/takut) dan ar-raghbah
(harap/ingin),masing-masing 8 kali;
7). Al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) dalam bentuk
definite, masing-masing 17 kali;
8). Ash-shayf (musim panas) dan asy-syita (musim
dingin), masing-masing 1 kali
b. Keseimbangan jumlah bilangan kata engan
sinonimnya/makna yang dikandungnya.
1). Al-harts dan az-zira’ah (membajak/bertani),
masing-masing 14 kali;
2). Al-‘usb dan adh-dhurur (membanggakan diri/angkuh),
masing-masing sebanyak 27 kali;
3). Adh-dhallun dan al-mawta (orang sesat/mati
jiwanya),masing-masing 17 kali;
4). Al-quran, al-wahyu dan al-islam (Al-quran, wahyu,
dan islam), masing-masing sebanyak 70 kali;
5). Al-‘aql dan an-nur (akal dan cahaya),
masing-masing 49 kali;
6). Al-jahr dan al-‘alaniyah (nyata),masing-masing 16
kali; Ketelitian redaksi Alqur an bergantung pada hal berikut.
c. keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan
jumlah kata yang menunjukkan akibatnya.
1). Al-infaq (infaq) dngan ar-ridha
(kerelaan),masing-masing 73 kali;
2). Al-bukhl (kekikiran) dengan al- hasarah
(penyesalan), masing-masing 12 kali,
3). Al-kafirun (orang-orang kafir) dengan
an-nar/al-ahraq (neraka/pembakaran), masing-masing 32 kali;
4). As-salam (kedamaian) dernagan Ath-thayybat
(kebajikan), masing-masing 60 kali
d. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan
kata penyebabnya.
1). Al-israf (pemborosan) , dengan as-sur’ah
(ketergesaan), masing-masing 23 kali.
2). Al- maw’izhah (nasehat/petuah) dengan al-lisan (lidah),
masing-masing 25 kali.
3). Al- asra (tawanan) dengan al- harb (perang)
masing- masing 6 kali.
4). As-salam (kedamaian) dengan ath-thayyibat
(kebajikan) masing-masing 60 kali.
e. As-salam (kedamaian) dengan ath-thayyibat
(kebajikan) masing-masing 60 kaliDi samping keseimbangan-keseimbangan tersebut,
di temukan juga keseimbangan khusus.
1). Kata yawn; (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah
365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari yang
menunjukkan bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni), berjumlah tiga puluh,
sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata yang berarti bulan
(syahr) hanya terdapat du belas kali sama dengan jumlah dalam setahun.
2). Al-quran menjelaskan bahwa langit itu ada tujuh
macam. Penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam surat
Al-Baqarah (2) ayat 29, surat Al-isra’ (17) ayat 44, surat Al-Mu’minun (23)
ayat 86, surat Fushilat (41) ayat 12, surat Ath-Thalaq (65) ayat12, surat
Al-mulk (67) ayat 3, dan surat Nuh (71) aya 15. Selain itu, penjelasan tentang
terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam 7 ayat.
3). Kata-kata yang menunjukan kepada utusan Tuhan,
baik rasul atau nabi atau basyir (pembarwa berita gembira) atau nadzir (pemberi
nada pringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan
jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa beruta tersebut, yakni 518
BAB III
KESIMPULAN
1. Dari segi bahasa I’jaz berasal dari kata a’jaza,
I’jaz yang berarti melemahkan atau memperlemah, adapun pengertian I’jaz itu
sendiri ialah ketidak mampuan seorang melakukan sesuatu.
2. Macam-macam mukjizat di bagi menjadi dua yaitu :
a
Mukjizat
material yang bisa di jangkau lewat masyarakat tempat mereka menyampaikan
risalah.
b
Mukjizat
indrawi, mukjizat yang bisa di jangkau oleh akal dan tidak di batasi waktu atau
masa tertentu.
3. Segi-segi kemukjizatan Al Qura’an ada 4 yaitu :
a
Gaya bahasa
b
Susunan
kalimat
c
Hukum Ilahi
d
Berita
tentang hal gaib
e
Isyarat
ilmiah
f
Ketelitian
redaksinya
4. Adapun hikamah adanya I’jaz adalah :
a
Menambahkan
ketauhidtan kepada Allah swt.
b
Allah telah
memberi pengetahuan kepada manusia yang sebelumnya manusia tidak mengetahui.
c
Allah
memerintah manusia untuk selalu merenungkan apa yang telah di berikan-Nya.
d
Supaya
manusia tidak sombong kepada sesame manusia karena kekuasaan manusia tidak ada
apa-apanya di banding kekuasaan Allah.
[1] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras,
2009), hal 285
[2] Ibid, hal 205
[3] Manna Khalil Al Qattan, Study Ilmu-ilmu Al
Qur’an (terjemahan dari Mubahits fi Ulumul Qur’an), (Jakarta: Pustaka
Litera Antar Nusa, 2004), hal. 371
[4] Usman, Ulumul Qur’an..., hal 287
[5] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al Qur’an, (Bandung:
Mizan, 1997), hal. 23
[7] M. Quraish Shihab, Mukjizat..., hal. 35
[8] Subhi As-Shalih, Mahahits fi Ulum Al Qur’an, Dar Al-Ilm fi
Al-Malaya, (Beirut,
1988)
[9] Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an, hal. 199
Tidak ada komentar:
Posting Komentar